Tak dapat kudefinisikan perasaanku saat ini. Senang atau sedih? Benci atau sayang? Tak percaya atau harus percaya? Aku letakkan kembali buket mawar lalu memilih mandi untuk melepaskan penat kerja seharian.
Wangi sabun mandi serta segarnya air meski sedikit dingin karena hujan berhari-hari membuatku lebih nyaman. Seperti biasa, aku menaburi bedak bayi setiap kali habis mandi ke seluruh wajahku. Aku menyukai harumnya. Sembari menyisir rambut di depan cermin, ekor mataku malirik mawar kuning dan biru.
Aku mengambilnya dan memilih memperhatikan lebih dekat sambil merebahkan diri sejenak di tempat tidurku. Aku menaruh punggung di antara tumpukan bantal.
Kuciumi satu-satu harum mawar kuning dan biru sambil menikmati coklat yang menemaninya. Aku membuka perlahan kartu ucapan yang ternyata terselip satu tulisan tangan yang rapi dan sangat kukenali.
Leona yang masih kusayang,
Perayaan Natal selalu mengingatkanku padamu, tak pernah pergi dari setiap pikiran dan perasaanku. Begitu pula mawar kuning dan biru, tak pernah pudar mewarnai hidupku.
Jika saja surat, mawar dan coklat ini sampai di tanganmu, itu artinya kita masih terhubung. Tuhan masih izinkan kita menata kembali harapan dan mimpi yang terserak di kehidupan kita, pada perayaan Natal kali ini.
"Kita?" batinku terusik.
"Bukan kita, tetapi kamu, Gerry," gumamku marah.
Tiga tahun bukan waktu yang pendek untuk mendewasakanku. Aku berjuang untuk dapat kembali ke kotamu ini. Bertugas di sini, agar tak ada lagi kata egois darimu, Naa...
Masih kuingat...