"Kalau saja Bapak tidak pergi, ya Bu..."
Ibunya tersenyum.
"Tak ada lagi kata kalau sayang, karena hidup bukan tentang kalau. Hidup adalah berjalan terus meski badai di atas kepala menderu-deru menakuti dan menakutkan kita," sungguh ibu berubah menjadi perempuan tangguh demi harga diri cinta.Â
Benar dulu ibunya terpuruk, tapi ibunya percaya pada kehendak Ilahi.Â
Ibunya memilih pulang ke rumah orang tuanya. Ke rumah nenek Tantri. Baginya, hidupnya telah selesai sejak suaminya menduakan cinta mereka. Gurat kecantikan masih jelas tersisa di wajah ibunya. Bu Guru Laksmi, namanya.Â
Kecantikan Bu Guru Laksmi bukannya tidak dilirik oleh laki-laki  yang ingin mempersuntingnya, bahkan nenek pernah mau menjodohkan dengan salah satu kerabat. Tapi Bu guru Laksmi lebih memilih hidup berdua dengan Tantri. Ia hanya ingin menjalankan sisa hidupnya dengan Tantri, buah sayang sejatinya dengan Wido mantan suaminya. Cinta sejati pada diri Laksmi , tapi tidak pada diri Wido.Â
"Jangan lagi ada kata kalau, anakku," suara ibu sedikit parau.
"Aku masih di sini, untukmu," Laksmi mencium sayang belahan jiwanya.Â
Tantri memeluk erat ibunya, anugerah terindah dalam hidupnya.Â
"Mandi dulu, gih...Sebentar lagi orang tua Mas Nico bertamu kemari," ibu menyampaikan surprise sambil tersenyum menggoda.
"Mas Nico? Orang tuanya?" aku terheran-heran pada apa yang baru saja dikatakan ibu.Â