Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pertandingan Masih 0-0, 'Babak Perpanjangan Waktu' Kopi Sianida Dimulai

30 Oktober 2016   13:05 Diperbarui: 31 Oktober 2016   15:05 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
megapolitan-Kompas.com

Masyarakat perlu tahu bahwa kita banding, jadi artinya 20 tahun buat Jessica belum ingkrah. Jadi artinya skornya masih 0-0” -Otto Hasibuan-

Begitulah kata-kata yang diucapkan oleh pengacara terdakwa kasus kopi sianida, Jessica Kumala Wongso ketika ditanyai oleh reporter Kompas TV seusai sidang vonis kasus kopi sianida. Skor kacamata seperti yang disebutkan oleh Otto amatlah beralasan. Semua ini terucap lantaran Jessica belum bisa dijebloskan di jeruji besi selama 20 tahun seperti vonis yang diberikan hakim. Hal ini terjadi karena tim kuasa hukum Jessica mengajukan banding.

Dalam sidang vonis tersebut, masyarakat datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat demi menjadi saksi sejarah mengenai hukuman yang diberikan untuk Jessica akibat tewasnya Wayan Mirna Salihin. Banyak sekali faktor yang menyebabkan warga berhasrat menyaksikan kasus ini, salah satunya karena banyaknya teka-teki ketika membuka tabir kejahatan.

Peristiwa pembunuhan ini terjadi pada tanggal 6 Januari 2016 di Olivier Cafe, Jakarta Pusat. Saat itu Jessica, Mirna, dan Hani tengah melakukan reuni sebagai alumni ketika mereka kuliah di Australia beberapa tahun lalu. Namun naas, hari itu menjadi waktu terakhir mereka berkumpul bersama. Setelah meminum kopi vietnam yang disinyalir terdapat racun sianida, Mirna tiba-tiba terkulai lemas dan tewas.

Selama 20 hari setelah peristiwa itu, kepolisian belum mampu memecahkan misteri pembunuhan mirna. Mike Reyssen beranggapan bahwa aparat terlalu lebay ketika mengungkap tabir dibalik pembunuhan keji ini. Pihak kepolisian seakan hanya menggiring opini publik terhadap kasus ini jika melihat banyaknya statement yang dikeluarkan aparat.

Pada tanggal 21 Januari 2016, pihak kepolisian mengaku telah mengantungi nama dalang pembunuhan Mirna, tapi anehnya mereka harus berkonsultasi dengan Kejaksaan Tinggi. Empat hari berselang, mantan Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Krishna Murti mengajak pelaku untuk kooperatif dengan petugas dan mengakui kesalahannya. Itulah beberapa keanehan yang ditangkap oleh Mike dalam kasus ini.

Buih-buih keanehan dalam kasus ini juga diendus oleh Sutomo Paguci. Mudahnya media dalam mendapatkan informasi seakan ingin meneguhkan tuduhan kepada Jessica yang dulunya belum ditetapkan sebagai tersangka. Namun lewat pemberitaan yang menyudutan Jessica, opini masyarakat yang terbentuk adalah Jessica adalah pembunuh Mirna.

Kejanggalan lainnya terlihat dari kesimpulan yang diberikan oleh aparat tentang sianida yang disinyalir digunakan pelaku untuk membunuh Mirna. Semua ini diambil dari sampel tubuh korban. Pengambilan sampel ini dilakukan karena proses otopsi tidak dibolehkan oleh keluarga korban. Namun, jika dilihat dari pasal 133 dan 134 KUHAP, tidak adanya izin dari keluarga korban bukan masalah untuk melakukan otopsi.

Menurut Sutomo, saat pemeriksaan Jessica berlangsung, Kombes Krishna Murti mengusir Otto Hasibuan. Dari sini terlihat bagaimana kepolisian tidak kooperatif dalam memperlakukan pengacara.

Bukan hanya datang ke ruang sidang atau sekitar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ada beberapa orang yang sengaja membawa beberapa barang yang dibagikan secara cuma-cuma kepada pengunjung untuk mendukung penyelesaian kasus ini. Salah seorang Kompasianer juga tak mau ketinggalan atas uforia kasus ini.

Pada tanggal 9 Oktober 2016, Daniel H.T. mengunjungi Kafe Olivier, tempat pembunuhan mengerikan ini. Ia sengaja memilih meja nomor 54 sebagai tempat duduknya, sama seperti tempat terbunuhnya Mirna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun