JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepanjang 2017 diwarnai sejumlah drama politik. Sebagian besar berkaitan dengan fungsinya dalam bidang legislasi, penganggaran dan pengawasan. Namun, ada pula drama politik yang membuat waktu dan tenaga anggota dewan justru tersita dari tugas dan fungsi utamanya.
 Sebut saja kisruh berkepanjangan yang ditimbulkan akibat dibukanya kasus korupsi proyek e-KTP. Drama masih memiliki potensi berlanjut, bahkan meski Setya Novanto, salah satu yang dianggap aktor penting kasus itu sudah mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
 Padahal, di tengah drama-drama politik yang terjadi, ada torehan kinerja legislasi yang belum membanggakan.
 Berikut lima drama politik di DPR yang terjadi sepanjang 2017:
1. Pembahasan RUU Pemilu
 Setelah melalui pembahasan yang panjang serta berdinamika tinggi, DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemilu pada Jumat (21/7/2017) dini hari.
 Pembahasan tak hanya alot pada tingkat Panitia Khusus (Pansus) namun juga di rapat paripurna pengesahan. Sebab, setiap sikap yang diambil berkaitan dengan masing-masing parpol.
 Pengambilan keputusan di paripurna dilakukan secara voting dan diwarnai aksi walkout empat fraksi. Empat fraksi tersebut adalah Fraksi PAN, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi PKS. Mereka memilih RUU Pemilu dengan opsi B, yaitu presidential threshold 0 persen.
Baca juga : Ini Penjelasan soal 5 Isu Krusial RUU Pemilu yang Akhirnya Diketok Palu
 Dengan adanya aksi walkout tersebut, secara aklamasi DPR menyepakati opsi A, yaitu presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.
 "Paket A kita ketok secara aklamasi," ujar Ketua DPR RI Setya Novanto yang saat itu memimpin rapat. Adapun Novanto memegang palu sidang karena pimpinan rapat sebelumnya, Fadli Zon, walkout bersama fraksinya.