Apakah Lintang tidak akan sakit hati?
Tidak, karena Aweng yakin ia tidak akan tahu. Kalaupun iya, Aweng berani jamin jika ia lebih mencintai Lingga daripada istri pertamanya. Lagipula alasan pernikahannya hanya karena dorongan tradisi saja. Hitung-hitungan bei-jit yang sudah tidak berlaku lagi.
**
"Lalu bagaimana dengan istri pertamamu?" Suara ibunda Aweng menggelegar di tengah siang bolong.
"Ia tidak pernah benar-benar ada untukku, Ma!" Aweng mencoba protes.
"Tidak ada?"
"Coba lihat ke dalam kamarmu. Ia begitu setia menemanimu. Mungkin saja ia sedang menangis mendengarkan rencanamu untuk kawin lagi! Kamu kelewatan, Aweng! Dia sudah menyelamatkan nyawamu dan kamu begitu saja mengkhianatinya?"
"Tidak ada tapi-tapi!" bantah ibunya seraya memelototkan matanya.
"Mungkin ada cara lain," Om Akiong yang bijak mulai bersuara. "Aweng masih muda. Gairahnya masih menyala. Lagipula istri pertamanya tidak bisa memberikannya keturunan."
Sekilas Aweng melihat tatapan mata Mamanya yang berubah. Ada secercah harapan. Om Akiong penyelamat masa depannya.
"Tapi.... Kita harus menanyakan langsung kepada istri Aweng."