Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Dituding sebagai Perdana Menteri, Lalu Bagaimana Aturannya?

9 April 2022   05:15 Diperbarui: 9 April 2022   05:22 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Ini Dituding Sebagai Perdana Menteri (gambar: tribunnews.com)

Seorang Menteri Kabinet Jokowi baru-baru ini menjadi sorotan. Ia mendapat tudingan sebagai Perdana Menteri Indonesia.

Bukan tanpa alasan, para politikus menilai dirinya terlalu jauh mengambil alih tugas. Puncaknya pada wacana jabatan Presiden 3 periode.

Politikus dari Demokrat, Benny K Herman yang memulainya. Hal ini kemudian dibantah oleh Jodi Mahardi, Koordinator Menko Marves. Opini tersebut dianggap politis. Maklum Demokrat sekarang berada pada posisi oposisi pemerintah. (sumber: cnnindonesia.com)

Namun, pernyataan juga datang dari partai pendukung. Adalah Bambang Wuryanto dari PDIP. Ia berkata posisi sang Menteri sangatlah kuat.

Sebabnya beberapa saat yang lalu pernah menganulir keputusan Presiden Jokowi, terkait kembali dibukanya ekspor batu bara ke luar negeri. (sumber: kompas.tv)

Pernyataan kedua politikus ini, menandakan bahwa kekuatan sang Menteri di atas rata-tata para Menteri kabinet lainnya.

Jadi, tiada kata yang pas, selain Perdana Menteri baginya.

Saya pun penasaran, apakah memang Perdana Menteri memiliki wewenang sebesar itu?

Indonesia sekarang tidak punya Perdana Menteri. Jauh sejak masih zaman Orde Baru. Tapi, dulunya ada. Banyak lagi.

Tercatat ada 12 orang. Daftarnya bisa dilihat di sini; Wikipedia. Belum termasuk dua lagi sewaktu masa Repubik Indonesia Serikat (RIS).

UUD 1945 mengatakan jika Indonesia menganut sistem presidensial. Jadi, memang tidak ada posisi legal bagi jabatan Perdana Menteri. Keberadaan jabatan Perdana Menteri itu sahih saat Soekarno memberlakukan UUD Sementara 1950.

Saat itu Perdana Menteri tetap dipilih oleh Presiden. Dan ia bertangung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Sementara. Perdana Menteri juga diharuskan berkonsultasi dengan Presiden sebelum membuat keputusan besar.

Pada tahun 1959, Soekarno memutuskan untuk kembali ke UUD 1945. Kantor Perdana Menteri pun hilang. Tapi, jabatan Perdana Menteri tetap ada. Soekarno lah yang menyebutkan bahwa dirinya adalah "Menteri Presiden dan Perdana."

Dengan demikian, maka dalam sejarah Indonesia, posisi Perdana Menteri tetap tunduk kepada Presiden.

Terkait panggilan "Perdana Menteri. Ada yang mengatakan jika diri sang Menteri memiliki wewenang yang lebih dari sekadar jabatan resmi.

Tapi, ada pula bisik-bisik jika ia sebenarnya lebih "powerful" dari yang disangka. Ah pernyataan politis. Apakah ada Perdana Menteri yang lebih berkuasa dari Presiden?

Beberapa negara tidak mengenal Presiden. Khususnya negara Monarki, seperti Inggris dan Thailand. Namun ada juga yang memiliki keduanya, tergantung dari sistem pemerintahannya.

Di Singapura misalkan. Perdana Menterinya Lee Hsien-loong. Anak dari Perdana Menteri pertama dan legendaris, Lee Kuan Yew.

Negara Singa tersebut punya presiden, Halimah Yakob (63) yang menjabat sejak 2017 lalu. Lalu kekuasaannya sampai di mana?

Lee Hsien-loong, selaku Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan. Ia berkuasa. Sementara Presiden Singapura merupakan jabatan seremonial dan formalitas. Tiada bedanya seperti Ratu Inggris.

Meski demikian, Presiden juga memiliki hak veto atas keputusan yang diambil pemerintah. Ia juga memiliki tugas untuk mengangkat Menteri, Hakim Agung, Jaksa Agung, Panglima Angkatan Bersenjata, dan Kepala Kepolisian. Tapi, semuanya atas saran Perdana Menteri.

Namun, beda lagi dengan Rusia. Kita mengenal Vladimir Putin, tapi Dmitry Medvedev kurang terkenal. Putin itu presiden dan Medvedev Perdana Menteri.

Rusia yang menganut sistem Republik Federal, menempatkan posisi Perdana Menteri setara dengan Wakil Presiden.

Presiden di Rusia dipilih oleh rakyat. Sementara Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan menggantikan Perdana Menterinya. Hal ini yang membuat mengapa peran Presiden Rusia lebih sentral dari Perdana Menteri.

Secara politis, dengan figur sentral Putin, tentu saja Presiden Rusia adalah sosok yang lebih kuat dibandingkan Perdana Menteri.

**

Sekali lagi UUD 1945 tidak mengenal jabatan Perdana Menteri. Tentu saja panggilan Perdana Menteri kepada sang Menteri adalah ungkapan politis semata.

Namun, melihat kenyataan kekuatan Perdana Menteri di beberapa negara, apakah bidikan yang diberikan kepada sang Menteri tersebut tepat?

Menurut saya, Presiden punya hak penuh untuk mengangkat para pembantunya. Tentu saja yang ia rasa berkompeten dan mudah diajak kerjasama adalah pilihan terbaik.

Tidak lupa juga chemistry. Mudah memahami instruksi Presiden akan membuat urusan negara menjadi lancar. Rakyat juga yang diuntungkan.

Dan tentunya, para punggawa negara ini harus tunduk pada perintah Presiden. Jika tidak, Presiden memiliki hak veto untuk Reshuffle.

Jadi, sekali lagi. Abaikan urusan politis, abaikan panggilan Perdana Menteri. Serahkan urusan negara kepada yang berwenang.

Patut diketahui, polemik apa pun yang muncul pasti memiliki dua sisi yang berseberangan. Pro dan Kontra di dalamnya. Menurut saya, selama itu benar-benar berasal dari rakyat, maka selanjutnya adalah proses.

Lebih baik kita menjadi warga negara yang baik. Sembari mengharapkan agar harga-harga bahan pokok yang meroket segera turun. Entah kapan...

**

Referensi: 1 2 3 4

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun