Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kisah Tragis 2 Presiden Indonesia yang Terlupakan

16 November 2021   05:28 Diperbarui: 16 November 2021   05:36 1793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Tragis 2 Presiden Indonesia yang Terlupakan (sumber gambar: tribunnews.com)

Sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia, kita mengenal 7 presiden. Mulai dari Soekarno hingga Jokowi. Namun, sebenarnya kita memiliki 9. Dua yang lainnya adalah Sjarifudin Prawiranegara dan Mr. Assat.

Sjarifudin Prawiranegara Inisiator PDRI

Pada 19 Desember 1948, Indonesia diserang Belanda yang dikenal dengan Agresi Militer II. Negara dalam keadaan kacau, khususnya di ibukota negara saat itu, Yogyakarta.

Belanda menangkap beberapa tokoh penting. Di antaranya adalah Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sjahrir. Strategi darurat pun diputuskan. Presiden Soekarno beserta jajaran kabinetnya tetap tinggal di Yogyakarta.

Jika keadaan memburuk, maka Sjarifudin Prawiranegara selaku Menteri Kemakmuran akan membentuk pemerintahan darurat di Sumatera Barat. Mandat tersebut dikirimkan oleh Soekarno melalui telegram.

Sayangnya, pesan tersebut tidak pernah sampai ke tangan Sjarifudin Prawiranegara. Namun, herannya perintah Soekarno ini tetap dilaksanakan.

Sjarifuddin mengambil inisiatif sendiri untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Hal tersebut ia lakukan setelah mendengar kabar bahwa Yogyakarta telah berhasil dikuasai Belanda.

Strategi ini ternyata manjur. Belanda tidak mengantisipasi munculnya PDRI yang kelak disebut sebagai "Penyelamat Republik." Begitu mengetahui adanya pemerintahan baru yang terbentuk, Belanda pun akhirnya bersedia berunding dengan Indonesia.

Lahirlah Perjanjian Roem-Royen yang mengakhiri pendudukan Belanda. Presiden Soekarno, Wapres Hatta, dan sejumlah anggota kabinet lantas dibebaskan kembali delapan bulan menjelang.

Pada tanggal 13 Juli 1949, melalui sidang negara, mandat PDRI dikembalikan ke pemerintahan RI secara resmi pada tanggal 14 Juli 1949.

Siapakah Sjarifudin Prawiranegara?

Beliau adalah seporang cendekiawan muslim yang memiliki jiwa patriotisme. Sedari kecil ia selalu ingin menjadi "orang besar." Oleh sebab itu ia pun menempuh pendidikan pada Sekolah Tinggi Hukum Batavia.

Cita-citanya menjadi "orang besar" mungkin terpengaruh oleh darah patriotik yang mengalir di tubuhnya. Buyutnya adalah Sutan Alam Intan, keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri.

Sjarifudin muda tidak tertarik dengan politik. Sewaktu ia bersekolah, ia tidak terlibat dalam organisasi politik sebagaimana teman-temannya yang lain. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat nasionalismenya yang ia dapatkan dari bacaan di koran dan buku-buku.

Sjarifuddin cinta tanah air. Ia menolak gagasan Belanda yang ingin menjadi penguasa di tanah airnya. Sebaliknya, ia memiliki sebuah mimpi yang indah. Kelak posisi orang Indonesia akan setara dengan bangsa lain di dunia modern.

Karir Sjarifuddin cukup mencengangkan. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan, Menteri Kemakmuran, Wakil Perdana Menteri, dan Gubernur BI.

Sjarifuddin juga dikenal sebagai orang yang mengusulkan agar Indonesia memiliki uangnya sendiri, yakni ORI (Oeang Republik Indonesia) yang kita kenal dengan Rupiah di masa kini.

Mr. Assaat Presiden RI pada Masa RIS

Lain lagi kisah Mr. Assaat. Ia didaulat menjadi pejabat (acting) Presiden RI dari tanggal 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950. Saat itu, Soekarno baru saja ditunjuk menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS).

Kendati demikian, penunjukan tersebut hanya jembatan agar Soekarno dan Hatta bisa diberhentikan untuk kemudian dilantik menjadi Presiden RIS. Sekaligus penyerahan kedaulatan RI kepada RIS.

Selama RIS masih berproses, pemerintahan sementara tetap dijalankan dalam bentuk negara RI. Mr. Assaat berkedudukan di Yogyakarta dan menjalankan tugas negara dari sana.

Jejak penugasan jabatannya masih terlihat di Universitas Gajah Mada Yogyakata. Pada saat itu, Mr. Assaat lah yang menandatangani prasasti peresmiannya.

Mr. Assaat adalah seorang yang sangat sederhana. Kendati menjabat sebagai presiden, ia menolak perlakuan istimewa padanya.

Pada tanggal 15 Agustus 1950, pendirian negara RIS dinyatakan "gagal" dan Indonesia kembali kepada bentuk NKRI. Soekarno kembali menjabat sebagai Presiden RI setelah menerima mandat dari Mr. Assaat.

Siapakah Mr. Assaat?

Lahir di Agam, Sumatera Barat pada 18 September 1904, Mr. Assat mengenyam pendidikan di sekolah agama Abadiah dan MULO di kota Padang. Setelah itu ia menjalani pendidikan lanjutan di sekolah kedokteran STOVIA Jakarta.

Namun, menjadi dokter bukanlah panggilan jiwanya. Mr. Assaat pun memilih Sekolah Tinggi Hukum Batavia. Sejak menjadi mahasiswa, Mr. Assaat telah terlibat dalam gerakan pemuda dan politik. Ia tergabung dalam organisasi pemuda "Jong Sumatranen Bond."

Mr. Assaat terus berpolitik dan berhasil menjadi pengurus inti Perhimpunan Pemuda Indonesia yang kemudian bernama Indonesia Muda.

Gerakan nasionalismenya konsisten. Peranannya tidak kecil, meskipun namanya kurang terkenal dibandingkan bapak pendiri bangsa lainnya. Mr. Assaat pernah diasingkan ke Pulau Bangka gegara aksi pergerakannya.

Saat Indonesia baru seumur jagung, Mr. Assaat juga pernah menduduki beberapa jabatan penting. Selain sebagai pejabat (acting) presiden RI, ia juga pernah menjabat sebagai anggota parlemen dan Menteri Dalam Negeri Kabinet Nasir.

Akhir Tragis 2 Presiden yang Terlupakan

Kendati pernah menjadi orang nomor 1 di Indonesia, karir politik kedua mantan presiden ini ternyata tidak seindah yang dikira. Keduanya berakhir dalam kesepian, karena terlibat dalam aksi pemakaran dan pemberontakan.

Indonesia adalah republik muda di masanya. Soekarno sebagai pimpinan tertinggi seringkali berubah arah, menentukan model yang paling pas bagi bangsa dan negara.

Pada 15 Februari 1958, Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) didirikan di Bukit Tinggi. Dibentuklah kabinet tandingan dan nama Sjafruddin Prawiranegara muncul sebagai Perdana Menteri alias pemimpin tertinggi.

PRRI muncul akibat rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat. Mereka menuntut otonomi daerah yang luas. Tapi, hanya dalam waktu 3 tahun gerakan pemberontakan ini berhasil ditumpas. Para pemimpinnya menyerah, dan Soekarno pun mengampuni mereka.

Sjafruddin Prawiranegara memutuskan untuk meninggalkan dunia politik dan memilih jalur dakwah sebagai jalan hidupnya. Ia menjadi pengurus Yayasan Pesantren Islam dan Ketua Korps Mubalig Indonesia (KMI).

Sjafruddin Prawiranegara meninggal pada 15 Februari 1989, dalam usia 77 tahun. Pesan terakhirnya adalah "Kita tidak perlu takut pada manusia, tetapi takutlah pada Allah."

Kendati sempat menorehkan catatan kelam, pemerintah RI tetap menganugrahinya gelar pahlawan nasional pada 7 November 2011.

**

Hal yang sama juga ditempuh oleh Mr. Assaat. Ia menentang Soekarno saat mulai berhaluan kiri ke aliran komunis. Secara pribadi Mr. Assaat tetap menghormati Soekarno, tapi tidak Demokrasi Terpimpin yang dicanangkannya.

Bagi Mr. Assaat, Demokrasi Terpimpin adalah jenis keditaktoran terselubung. Ia merasa gerak-geriknya dibatasi, karena selalu diintai oleh intel dan PKI.

Suatu waktu Mr. Assaat diam-diam meninggalkan Jakarta dan pergi ke Sumatera Barat bersama keluarganya. Ia bergabung dengan PRRI di sana.

Mr. Assaat memutuskan untuk hidup bergerilya. Namun, fisiknya yang sudah mulai melemah membuatnya mudah ditangkap. Mr. Assaat pun harus menjalani kehidupan di penjara selama 4 tahun. Ia baru bebas setelah orde lama tumbang pada tahun 1966.

Pada tanggal 16 Juni 1976, Mr. Assaat meninggal di rumahnya yang sederhana di Jakarta. Dalam perjalanan terakhirnya, ia mendapat penghormatan dari negara dengan dikuburkan dalam upacara besar kemiliteran.

**

Indonesia memiliki banyak sejarah dalam pembentukannya. Sebagian dikenang luas, sebagian lagi hampir dilupakan. Seperti pada dua kisah mantan presiden ini.

Aksi mereka tergolong patriotis. Tidak mengharapkan jabatan dan kekayaan, idealismelah yang mendorong mereka untuk hidup jauh dari kemakmuran. Semuanya karena kecintaannya terhadap Republik Indonesia.

Semoga semangat dari kedua sosok ini akan terus melekat pada para pemimpin negara Indonesia. Semoga calon presiden nantinya memiliki kecintaan terhadap Indonesia melebihi kedua sosok ini.

Referensi: 1 2 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun