Sungguh beruntung saya memiliki nama pasaran. Tersebab jika namaku diketik di laman gugel, tiba-tiba saja yang muncul adalah nama kepala daerah hingga atlit. Syukur-syukur bukan pemilik karaoke dan bar. Karena konon namanya sama.
Mengapa beruntung, tersebab situs blog bersama Kompasiana sedang dirudung duka. Para penulis menjerit, hati sakit. Karya tulisnya dicuri rampok di siang bolong.
Jadi analoginya demikian; Blog bersama ini bagaikan kos-kosan. Isinya jutaan penghuni dengan isi otak yang cespleng. Intelektual properti bertebaran di sepanjang kamar yang berderet.
Nilainya tak terhitung. Mungkin melebihi berlian terbesar di dunia, Koh-i-noor yang harganya tak seberapa.
Hingga suatu hari, sesosok garong cilaka masuk ke dalam rumah kos ini tanpa permisi. Semua intelektual properti digasak habis-habisan di depan mata.
Penghuni kos-kosan bak korban hipnotis tepuk pundak. Menyerahkan isi dompet tanpa bisa berkata apa-apa.
Pun yang punya ilmu kebal juga tak bebas garong. Baru mau cabut sangkur, eh sangkurnya sudah berpindah ke situs garong tersebut.
Kejadian bikin heboh. Berbagai tulisan pun bertebaran. Tepat di saat satpam sedang asik terlelap di rumahnya.
Tetiba sadar, barulah para satpam tahu jika daleman mereka telah dipamer warnanya.
Tapi Kompasianer memang santun. Sudah kehilangan harta masih bisa berkata;Â