Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dilema Tukang Parkir di Indonesia, Warisan Sosial Seharga "Goceng"

24 Februari 2021   14:40 Diperbarui: 24 Februari 2021   14:44 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dilema Tukang Parkir di Indonesia (sumber: gridOto.com)

Ilustrasi tukang parkir di Indonesia (sumber: radardjowo.blogspot.com)
Ilustrasi tukang parkir di Indonesia (sumber: radardjowo.blogspot.com)
Pada tahun 1955 pengelolaan parkir sempat dilirik oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU). Alasan pengambil alihan pekerjaan ini dikarenakan besarnya pendapatan di sektor ini.

Namun, kegiatan itu tidaklah berjalan mulus. Oknum preman penguasa dan pejabat daerah masih main kejar-kejaran untuk penyetoran hasil parkir kepada pihak PU.

Jakarta bertambah ramai, apalagi dengan pelaksanaan Asian Gamespada tahun 1962. Tukang parkir tumbuh subur, bukan hanya di pusat kota saja. Pembangunan wilayah baru di Jakarta membuahkan lahan penghasilan baru bagi kelompok-kelompok preman yang berkuasa.

Sebagai contoh, daerah Pasar Baru dikuasai oleh kelompok Betawi dengan pimpinan Samid Kicau.Wilayah Glodok dikuasai oleh Animuardari kelompok Banten, dan masih banyak lagi.

Pada tahun 1968, pemda DKI Jakarta mengambil alih kegiatan tersebut dengan mengeluarkanKeputusan Gubernur KDKI Jakarta no. Db/5/6/68. Sampai akhirnya urusan parkir memarkir ini telah menjadi bagian dari perhatian pemerintah hingga kini.

Ilustrasi Tukang Parkir (sumber: lombokpost.jawapost.com)
Ilustrasi Tukang Parkir (sumber: lombokpost.jawapost.com)
Terlepas dari banyaknya aturan pemerintah yang telah disempurnakan, profesi tukang parkir akan selalu berada di wilayah Nusantara tercinta. Mengapa?

Karena profesi ini dan segala pernak-perniknya tumbuh besar bersama dengan problematik sosial di negeri ini. Lahan parkir sebenarnya adalah milik umum. Namun, tetap saja ada kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang mengklaimnya sebagai wilayah kekuasaan.

Pemilik keramaian (toko, kantor, atau gedung) pun tidak jarang "menyewa" penguasa setempat sebagai juru parkir.

Tujuannya sih bagus. Untuk memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar. Tapi, bukan rahasia umum lagi, tujuan lainnya adalah demi "keamanan."

Profesi ini tidak memiliki keahlian atau pun lisensi khusus. Tidak periu gelar sarjana dan tidak perlu juga lisensi mengemudi. Tidak perlu izin khusus dan tidak perlu juga areal khusus. Asal ada keramaian, di situlah mereka berada. Bahkan hingga ke pelosok desa yang banyak kendaraan.

Lucunya para pengemudi mobil juga mengayomi keberadaan mereka. Membayar parkir dianggap semacam hal yang sudah biasa. Tiket bahkan kadang tidak diperlukan. Apalagi jika sampai bertengkar dengan tukang parkir. Tidak penting banget deh!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun