Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Penulis Rentan Gangguan Jiwa, Apa Saja Jenisnya, dan Apakah Kamu Salah Satunya?

13 Oktober 2020   14:51 Diperbarui: 14 Oktober 2020   21:42 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penulis Rentan Gangguan Jiwa (sumber: imdb.com - Photo by Courtesy of Warner Bros. Picture - © 2013 - Untitled Rick Howard Company LLC)

Sejak bergabung di Kompasiana (K), ada perubahan drastis pada diri saya. Kalau dulunya saya termasuk orang yang jarang membaca apalagi menulis, sekarang tiap hari mengais kata di subuh hari.

Dalam waktu kurang dari 11 bulan, saya telah memroduksi 380 artikel, dan belum termasuk sekitar 10 artikel yang sempat saya hapus atas alasan tertentu.

Nah, jika ditotal, maka jelas, jumlah tulisan lebih banyak dari jumlah hari bergabung di K. Termasuk produktif? Saya serahkan kepada pembaca untuk menilainya.

Akan tetapi, ada sebuah pertanyaan yang sangat menganggu pikiran. Apakah saya mengidap gangguan mental?

Sebabnya tiada hari tanpa K. Setiap bangun pagi selalu K. Di saat sedang rehat, K lagi. Sangat berbeda jauh sebelum diriku menjadi Kompasianer (Kner).

Kecanduan adalah kata pertama yang mencuat di kepala. Saya kecanduan menulis, kecanduan membaca tulisan, dan kecanduan meninggalkan jejak di laman Kner lainnya.   

Terlebih lagi dengan adanya sistem akreditasi dan reward, seperti pemberian label, pageviews, terpopuler, tertinggi, hingga K-Rewards, semua hanya menambah zat kafein dan nikotin literasi.

Gangguan mental adalah salah satu jenis gangguan pada seseorang yang dapat memengaruhi cara berpikir, emosi, dan tingkah laku. Ini merupakan istilah luas yang juga bisa berdampak pada kehidupan sehari-hari.

Banyak jenis gangguan mental, namun tidak banyak pengidap gangguan mental yang menyadarinya. 

Yang lebih mengerikan lagi, menurut psikolog Ratih Ibrahim, kelompok kreatif, termasuk seniman dan penulis, adalah mereka yang paling rentan terhadap gangguan jiwa.

Memang belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Namun, hal senada juga disampaikan oleh peneliti Key Redfield Jamison, PhD., seorang psikiatri di John Hopkins School of Medicine, Baltimore, New York.

Ia juga mengatakan bahwa penulis mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi dibandingkan pekerjaan lainnya.

Senada dengan hal ini, Alan Manevitz, MD, seorang psikiater klinis di Lenox Hill Hospital New York City, juga mengatakan bahwa; 

"Ada beberapa unsur kebenaran, tetapi Anda tidak perlu takut untuk menulis. Karena Anda tidak perlu menjadi gila untuk menjadi seseorang yang kreatif,"

Analisis awal mengatakan bahwa faktor terbesar mungkin datang dari beban pikiran. Kreativitas adalah kemampuan untuk melihat segala sesuatu dari aspek yang berbeda yang memerlukan olah pikiran yang dahsyat.

Ada dua hal pendukung yang bisa menjelaskan hal ini;

Penulis adalah Serigala Tunggal (Lone Wolf)

David Straker, DO, seorang professor klinis di Columbia Univeristy, New York, Amerika Serikat, mengatakan bahwa kebanyakan penulis melakukan aktivitasnya sendiri. Hal ini membuat mereka jarang berinteraksi dengan orang lain, dan cenderung melakukan pekerjaannya hingga larut malam.

Selain kurang sehat karena merusak jadwal tidur, kurang berolahraga, dan kurang cahaya alami, Lone Wolf juga cenderung tidak berinteraksi dengan orang lain.

Hal-hal seperti ini akan menjadi penyebab dari gejala gangguan mental ringan hingga berat nantinya.

Keterlibatan Emosi yang Dalam

Penulis bisa menulis tentang luapan emosi, meskipun mereka tidak pernah merasakannya. Beberapa penulis profesional menempuh jalan agar tulisan mereka bisa terasa hidup dengan mendalami peran dari tokoh yang ditulis.

Tidak jarang juga mereka mengambil langkah yang ekstrim dengan menjalani kehidupan penuh tantangan dan penderitaan hanya untuk menghidupkan karakter yang mereka ciptakan dalam tulisannya.

Sebuah karya tulis tidak dibuat dalam waktu singkat. Karya tulis bisa memakan waktu berhari-hari hingga menahun. Penolakan dari pihak agen, editor, atau penerbit, jelas menimbulkan perasaan frustasi,

Meskipun mereka adalah pekerja tunggal, namun tingkat keberhasilan sangat bergantung kepada bagaimana orang lain melihat dirinya. Kedua hal yang berlawanan ini bisa menimbulkan perasaan emosional yang mandalam.

Ini adalah penjelasan awal, mengapa penulis berpotensi mengalami gangguan jiwa. Untuk itu, maka ada langkah-langkah terbaik yang dapat digunakan untuk membantu mencegah depresi.

Mengenal Writer's Block Sebagai Penyebab Awal Gangguan Jiwa

Penulis memikirkan banyak hal yang harus dituangkan, mulai dari ide, tata bahasa, keindahan kata, hingga survei fakta. Memikirkan banyak hal sekaligus, memerlukan kemampuan dan ketekunan.

Writer's Block adalah kesulitan dalam menuangkan ide ke dalam sebuah tulisan. Pikiran seolah-olah menjadi buntu dan menghalangi keluarnya gagasan.

Dua orang psikolog yang bernama Jerome Singer dan Michael Barrios, mengadakan sebuah penelitian tentang hal ini. Mereka menemukan fakta bahwa ada 4 hal yang menjadi dasar kelahiran Writer's Block.

Jika tidak disikapi secara bijak, keempat hal ini juga berpeluang untuk menimbulkan gejala awal gangguan mental bagi penulis.

Apatis

Sikap ini ditandai dengan keterikatan dengan aturan-aturan menulis yang ketat, sehingga kesulitan untuk mengembangkan ide. Di saat otak kiri dan kanan saling berbenturan, di saat inilah ide dan peraturan saling bertarung.

Dualisme semu yang ditimbulkan, kemudian membuat kebingungan tak bertepi yang sangat rentan terhadap stress.

Cobalah untuk menyegarkan kembali pikiran dan tubuh dengan sekedar jalan-jalan mencari angin segar, mandi air dingin, atau tidur-tiduran untuk waktu sesaat.

Ada sebuah terapi yang disebut dengan free writing, alias menulis bebas tanpa melihat kepada aturan-aturan yang berlaku. Bisa dicoba, cukup membantu kok.

Ada dua artikel dari Kompasianer Himam Miladi yang bisa ditilik untuk menyikapi sikap apatis ini. Silahkan klik disini dan disana.

Ekspektasi yang Tinggi

Seringkali teman-teman di Kompasiana mengeluh tentang label, tingkat keterbacaan, predikat centang biru, hingga K-Rewards yang tidak adil.

Semuanya disebabkan karena ekspektasi yang tinggi terhadap hasil karya yang tinggi. Padahal tanpa disadari, harapan tersebut justru dapat menjadi bumerang.

Pada dasarnya, setiap orang pasti memiliki sifat Narsistik, dimana ia ingin mendapatkan pengakuan, pujian, popularitas, hingga ekslusifitas. Namun sekali lagi, keberhasilan seorang penulis, sangat bergantung kepada bagaimana orang lain melihat dirinya.  

Ekspektasi yang tinggi dan kenyataan, akan membuat seseorang mudah mengalami frustasi yang rentan terhadap depresi.

Tidak Percaya Diri

Seberapa banyak tulisan yang telah dibuat oleh Kner yang kemudian mengendap di laptop atau ponsel tanpa pernah terlirik lagi? Penyebab utamanya, karena tulisan tersebut tidak dianggap cukup bagus untuk dipublikasikan.

Padahal dalam beberapa kasus, tulisan yang dianggap 'sampah', justru yang paling banyak dibaca.

Ingat bahwa ide menulis bukan hanya tentang penulis saja, namun juga pembaca. Sementara rangkaian kata, bukan hanya sekedar tata bahasa saja, namun juga keindahan diksi yang terkandung.

Masalah kepercayaan diri menjadi penyebab disini. Jika dibiarkan secara terus menerus, maka seseorang akan mudah menjadi sensitif, malu, dan penuh kegelisahan.

Bermasalah dengan Orang Lain

Pernah merasa tidak puas dengan artikel AU di K? Komentarnya, "Ah kok tulisan seperti ini bisa jadi AU?". Pun halnya dengan protes tulisan Terpopuler yang dianggap tidak berkualitas.

Wajar jika seseorang selalu menganggap hasil karyanya lebih baik dibandingkan milik orang lain. Namun kepedulian yang besar terhadap penilaian pihak pengelola, editor, penerbit, hingga ke publik, dapat menimbulkan perasaan yang sering menyalahkan orang lain.

**

Seperti yang sudah saya sebutkan, banyak jenis gangguan mental, namun tidak banyak pengidap gangguan mental yang menyadarinya. 

Diambil dari sumber, ada 11 jenis gangguan mental yang mungkin bisa muncul tanpa disadari;

Anxiety Disorder atau gangguan kecemasan. Penderita akan merasa cemas, takut gelisah pada hal-hal kecil.

Eating Disorder atau gangguan makan. Pada umumnya, penderita akan merasakan rasa lapar yang berlebihan atau justru kebalikannya, tidak merasa lapar.

Mood Disorder atau gangguan perasaan yang tidak stabil. Penyakit ini juga dikenal sebagai Bipolar. Penderitanya akan merasakan bahagia dan sedih secara berlebihan. Bahkan kedua perasaan ini dapat berganti secara drastis dalam waktu yang singkat.

Personality Disorder atau gangguan kepribadian yang menyebabkan anti sosial. Cara berpikir penderita juga akan sangat berbeda dengan menjadi lebih kaku hingga menganggu fungsi sosial disekitarnya.

Obsessive Compulsive Disorder atau memiliki obsesi atau ketakutan berlebihan terhadap suatu kondisi atau barang tertentu. Penderitanya akan melakukan sesuatu secara berulang-ulang sesuai dengan pemikirannya.

Impulse Control and Addition Disorders (ICAD) atau gangguan pengendalian impuls. Penderitanya memiliki ketergantungan dan kecanduan pada sesuatu hal tertentu, seperti gerakan-gerakan kecil, atau benda-benda tertentu.

Post Traumatic Disorder (PTSD) atau gangguan yang erat kaitannya dengan pengalaman masa lalu. Penderitanya bisa menjadi kurang peka atau mati rasa secara emosional.

Psychotic Disorder yang menyebabkan penderitanya mengalami halunisasi. Gangguan mental ini melibatkan pikiran yang terdistorsi. Salah satu contohnya adalah Skizofrenia.

Sexual and Gender Disorder yang melibatkan hasrat seksual yang akan memengaruhi perilaku dan sikap dari penderita. Beberapa kondisi yang termasuk gangguan jiwa ini adalah paraphillias, disfungsi seksual, hingga gangguan identitas gender.

Somatic Symptom Disorder. Jenis gangguan mental ini berhubungan dengan gangguan fisik yang dipengaruhi oleh pikiran. Penderita biasanya akan merasakan nyeri atau tidak nyaman pada bagian-bagian tubuh tertentu.

Dissociative Disorder. Penyakit ini berhubungan dengan perubahan ingatan dan kesadaran penderita. Penyebabnya ditenggarai akibat stress yang berlebihan atau peristiwa traumatis yang mengguncang jiwa.

Apa saja jenis gangguan kejiwaan yang mungkin bisa diderita oleh penulis?

Jawabannya, adalah ada dan tidak ada. Sesungguhnya gangguan jiwa bukanlah milik profesi atau pekerjaan tertentu. Gangguan jiwa dapat menyerang siapa saja dalam diam.

Hal yang terbaik adalah tetap sadar dan berbesar hati untuk mengakui jika ada sesuatu hal yang terasa aneh dalam perilaku. Semuanya dimulai dari diri sendiri, dan di saat ini, berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater sudah bukan hal yang tabu lagi.

Sebagai penulis, ingatlah bahwa karya tulis adalah buah karyamu sendiri. Apakah ia akan menjadi populer atau tidak, tetap ia adalah milik pribadi yang keluar dari isi kepalamu.

Tidak usah telalu menaruh perhatian yang besar terhadap akreditasi atau reward.

Pokok e tulislah apa yang ingin ditulis, kalau tidak mau mendapat serangan sakit jiwa.

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun