Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

"Kutukan Wapres JK" Terhadap Mantan Bosnya, Benarkah Ada?

30 Agustus 2020   19:27 Diperbarui: 30 Agustus 2020   19:37 5948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jusuf Kalla (sumber: kompas.tv)

Dalam sejarah pemerintahan Indonesia, hanya Jusuf Kalla (JK) yang pernah mencatar rekor sebagai wakil presiden untuk dua presiden yang berbeda.

Sebagai wapres SBY periode 2004-2009, JK disebutkan memiliki tugas dan tanggung jawab menangani masalah ekonomi dan kesejahteraan rakyat, sementara perannya di era Jokowi (2014-2019), tidak terlalu spesifik.

Kepada sumber, JK mengatakan bahwa tugas sebagai seorang wapres, adalah menunggu perintah dari presiden, namun juga harus memiliki inisiatif untuk menyelesaikan persoalan mendesak.

Namun, ia mengakui adanya dua model kepemimpinan yang berbeda di antara SBY dan Jokowi. Menurutnya, SBY lebih patuh pada kesepakatan atau persetujuan bersama, sementara dengan Jokowi, sifatnya lebih fleksibel.

Kehadiran JK sebagai wapres pada dua era yang berbeda ini telah menorehkan sebuah prestasi tertinggi di negeri ini, yang hingga kini, belum ada yang menandingi. 

Mari kita berandai-andai dan mulai memuat rumus cocokologi, terhadap posisi wapres JK pada dua era berbeda ini.

Pertama, sama sama menjadi wapres bagi dua presiden yang menjalani dua periode masa pemerintahan sejak era reformasi. Setujuuu...

Kedua, sama sama menjadi wapres pada periode pertama dari dua presiden ini. Setujuuu...

Ketiga, sama sama digantikan oleh wapres yang bukan dari partai politik. Setujuuu...

Keempat, sama sama digantikan oleh wapres yang lebih pasif peranannya, dibandingkan dengan JK. Hmmm... Masih Setujuuu...

Kelima, sama sama meninggalkan masa emas bagi pemerintahan, sehingga periode kedua dari dua presiden ini terkesan tidak lagi seindah harapan publik. Hmmm... Tidak setuju... Karena ini hanyalah opini penulis.

Oke tidak apa-apa, karena penulis juga tidak ingin melakukan provokasi singkat, seperti pada gaya artikel Prat Prit Prut yang selalu cokol pada kolom Terpopuler di Kompasiana.

Untuk itu, mari kita mengenang sejarah yang belum terlalu lama terlewatkan ini.

Periode Pertama Pemerintahan Presiden SBY. (2004-2009).

Masa Kepresidenan SBY periode pertama ditandai dengan banyaknya bencana alam, hingga beberapa orang memberikannya julukan 'Presiden Bencana Alam'.

Dimulai dari tsunami Aceh pada tahun 2004 yang menewaskan lebih dari 200 ribu orang, gempa bumi Bantul, semburan lumpur lapindo, banjir besar Jakarta, kasus kebakaran hutan, hingga letusan Gunung Merapi (2010).

Akan tetapi, kemapanan pemerintah SBY melalui komando wapres JK, membuat penanganan bencana menjadi torehan tinta emas pemerintahannya.   

Namun diantara semua, prestasi terbaik dalam pemerintahan SBY berhubungan dengan fundamental makroekonomi. Utang luar negeri Indonesia turun secara mengesankan, cadangan devisa meningkat, pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahunan solid.

Keberhasilan ini tidak terlepas dari dukungan boom komoditas pada tahun 2000an yang membuat Indonesia berhasil melalui krisis 2008-2009 tanpa masalah yang berarti.

Periode Pertama Pemerintahan Presiden Jokowi (2014-2019).

Awal-awal masa jabatan Jokowi ditandai dengan kebijakan yang belum pernah dilakukan oleh presiden manapun juga, yaitu mereformasi anggaran subisidi BBM. Langkah ini terbilang revolusioner, karena pemerintah mengklaim penghematan lebih dari 200 triliun pada APBN 2015.

Infrastruktur juga termasuk salah satu ambisi Pak Jokowi. Menurutnya, keterbatasan infrastruktur membuat biaya logistik menjadi mahal, dan akibatnya harga barang dan jasa membumbung tinggi.

Dalam kurun waktu 2014-2018, telah tercatat 3,432km jalan, 947km jalan tol, 39,8km jembatan, 134 unit jembatan gantung, 754,59km jalur kereta api, 10 bandara, 19 pelabuhan dan lain sebagainya.

Rakyat Indonesia menikmati pembangunan ini dan pemerintahan Jokowi mendapatkan kenaikan peringkat dari 53 di tahun 2014 menjadi ke-46 di tahun 2018, pada Logistics Performance Index, keluaran Bank Dunia.

Terobosan lain lagi adalah pemgampunan pajak (Tax Amnesty, atau TA). Tujuan utama kebijakan ini adalah meningkatkan kepatuhan pajak, memperluas basis pajak, dan yang terpenting adalah mengembalikan uang Indonesia yang 'terparkir' di luar negeri. Hasilnya, total penerimaan negara dari TA adalah 134,99 triliun dan aset yang dideklarasikan sebesar 4,881 triliun.  

Hal lain yang tak kalah penting adalah Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) yang totalnya sebanyak 16 unit. PKE adalah bentuk kebijakan pemerintah untuk memberikan kemudahan, stimulus, bahkan insentif kepada berbagai jenis usaha yang dianggap mampu menyerap devisa bagi Indonesia.

Walaupun ada beberapa kendala, seperti defisit neraca perdagangan yang membengkak dari US2,21 miliar dollar pada tahun 2014, menjadi US8,7 miliar dollar di tahun 2018, performa era Jokowi Periode pertama dianggap cukup sukses.

Secara nyata, terpilihnya Jokowi menjadi presiden untuk kedua kalinya, membuktikan hal ini. Meskipun jalannya tidak semulus SBY yang memenangkan pemilu untuk kedua kalinya dengan raihan 60,8% dari tiga kandidat yang bertarung.   

Periode Kedua Pemerintahan Presiden SBY. (2009-2014).

Ekspektasi yang tinggi pada hasil pemilu, membuat banyak pihak yang kecewa dengan periode kedua pemerintahan presiden SBY.

Kendati makroekonomi kuat, isu pemberantasan korupsi menjadi sorotan masyarakat. Berita skandal kasus korupsi tingkat tinggi, hampir setiap hari memenuhi media.

Para pelakunya kebanyakan dari kalangan pejabat tinggi pemerintah dan anggota Partai Demokrat yang dibangun sendiri oleh SBY. Ada 3 menteri yang terbukti bersalah, dan 300 pejabat pemerintah daerah yang diselidiki karena kasus korupsi.

Hal ini kemudian membuat reputasi dari SBY menjadi sangat tergerus, kendati ada juga yang mengatakan bahwa kesejahteraan rakyat di masa ini masih baik-baik saja.

Kegagalan pemberantasan korupsi, kemudian dihubungkan dengan lemahnya kepemimpinan SBY. Publik tidak melihat adanya kebijakan-kebijakan populer yang diambil oleh SBY, seperti pada masa pemerintahannya dengan JK.

Sebagai contoh, pengunduran diri Sri Mulyani dari jabatan Menteri Keuangan yang dianggap reformis di kala itu, dianggap sebagai akibat sifat SBY yang pasif dan tidak mendukung kesalahan penangangan kasus Bailout Century pada tahun 2008.  

Kelamahan lain dalam kepemimpinan SBY juga menyerempet ke masalah agama, seperti membiarkan serangan kekerasan terhadap kaum minoritas yang mengatasnamakan agama mayoritas, hingga membiarkan faham radikalisme tumbuh subur.

Periode Kedua Pemerintahan Presiden Jokowi (2019-2024).

Dari sinilah kemudian penulis mendapat ide, apakah hal yang sama juga akan terjadi pada masa pemerintahan kedua Jokowi?

Tentu terlalu dini menilai pemerintahan periode kedua yang baru seumur jagung. Ditambah lagi dengan isu besar serangan pandemi Covid-19 yang telah memukul isu kesehatan dan ekonomi di seluruh dunia.

Namun hal yang menarik, ada sebuah persamaan diantara SBY dan Jokowi pada masa kedua pemerintahannya. Isu yang paling jelas datang dari kesan 'maju-mundur' pada kebijakan pemerintahan Jokowi akhir-akhir ini.

Sebagai contoh, isu penanganan corona yang lambat pada awal masa pandemi, isu terkait bantuan sosial yang terhambat akibat birokrasi, polemik kartu pra-kerja yang dianggap 'memperkaya' lingkar dalam pemerintahan, hingga isu terakhir mengenai subsidi 600 ribu bagi pegawai di bawah gaji bulanan 4 juta rupiah, yang ditenggarai akibat lambannya validasi data Kementerian Tenaga Kerja.

Bagi masyarakat yang sudah terlanjur euphoria dengan sistem demokrasi yang bebas, presiden Jokowi juga dianggap mulai melakukan tindakan otoriter dengan menjerat UU terorisme / ITE terhadap hak Golput, penyetujuan pasal makar, penghinaan presiden dalam RKUHP 2019, hingga melibatkan BIN, polisi, dan militer pada beberapa kegiatan sipil yang dianggap 'berbahaya'.

Serangan terhadap pribadi Jokowi oleh berbagai pihak juga mulai terdengar sejak isu putranya, Gibran Rakabuming maju sebagai calon tunggal Walikota Solo, dan menantunya, Bobby Nasution yang akan berkompetisi pada ajang pemilihan Walikota Medan.

"Kutukan Wapres JK terhadap Mantan Bossnya" mungkin terlalu lebay untuk judul artikel ini. Namun, menarik untuk melihat gaya kepemimpinan Daeng Ucu ini yang telah memberikan kontribusi besar kepada Rakyat Indonesia.

Semoga penulis tidak berhalunisasi, akibat terlalu banyak bermain angka! Semoga kutukan ini hanya sensasi di siang bolong, akibat efek kenthirisme Prof. Felix! Semoga! dan Semoga!

Referensi: 1 2 3

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun