Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membuka Catatan Perjalanan Lama: Menelusuri Jejak Amoy di Singkawang

30 Agustus 2020   13:38 Diperbarui: 30 Agustus 2020   13:35 4489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Amoy (sumber: mbahdinan.com)

Sekitar tahun 2007-2008, saya berkesempatan untuk mengunjungi kota Singkawang, bersama beberapa teman vihara. Kunjungan ini sebenarnya merupakan ajang untuk 'menikmati' kehidupan vihara di kota Singkawang.

Cukup banyak hal yang bisa dilakukan di sana. Selain melihat langsung kebudayaan daerah yang terkenal sebagai 'kota 1000 kelenteng', saya pun banyak melakukan interaksi dengan penduduk setempat, khususnya Masyarakat Tionghoa Kota Singkawang.

Perlu diketahui, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, dimana suku Tionghoa adalah minoritas, kota yang berpenduduk 246.306 jiwa ini, terdiri dari 71.15% suku Tionghoa, diikuti oleh Melayu (15,2%), Dayak (7,25%), dan Jawa (5,21%).

Ilustrasi Catatan Perjalanan ke Singkawang. (sumber: dokumen pribadi)
Ilustrasi Catatan Perjalanan ke Singkawang. (sumber: dokumen pribadi)
Hal ini juga disampaikan oleh seorang pemiliki kedai kopi bernama Siska, yang berjualan di depan pintu masuk vihara tempat kami menginap. Menurut Siska, "penduduk asli kota Singkawang adalah suku Tionghoa," menjawab pertanyaanku, mengenai suku asli kota ini.

"Mereka sudah ada disini sejak berabad-abad yang lalu, datangnya dari China sebagai pekerja tambang." Demikian ungkap Siska, yang membuatku pertama kali menyadari adanya eksistensi Republik Lang Fang, seperti yang sudah pernah saya tulis di Kompasiana.

Baca juga: Republik Lang Fang, yang Ada di Bumi Nusantara, Jauh Sebelum Republik Indonesia

Siska adalah seorang keturunan Ambon yang telah lama berada di Singkawang. Sebagai seorang yang berkulit hitam legam, rambut keriwil, dan gigi putih bersih, saya sempat terbengong-bengong mendengarkannya berbahasa Khek (bahasa daerah suku Hakka) dengan A-Weng, supir yang setia menemani kami selama perjalanan.

Selama perjalanan di kota Singkawang, memang dialek Hakka ini cukup sering terdengar. Bahasa ini bahkan dipakai oleh murid-murid sekolah dasar negeri di pinggiran kota, dihadapan gurunya yang berasal dari pulau Jawa.

Sungguh sebuah pemandangan yang sangat jarang terjadi di kota manapun di bumi Nusantara ini.

Jika ada yang mengatakan bahwa Amoy kota Singkawang adalah yang paling terkenal, maka demikian pula yang ada di kepalaku pada saat itu.

Masih sementara menikmati kopi racikan Siska di pagi hari bersama kawan-kawan, aku dengan iseng menggoda Siska.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun