Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mereka yang Akan Terus Miskin

23 Mei 2022   11:59 Diperbarui: 23 Mei 2022   12:03 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pixabay.com

Di desa jika anak orang kaya, status pekerjaan mentereng seperti Pegawai negri sipil (PNS) atau aparatur Negara, sana-sini pasti akan menjodohkan dan nasib baiknya akan dicarikan yang sepadan, yang mempunyai nilai yang setara.

Ini memang sudah berlaku sangat umum di desa dan saya sendiri juga tertampar pada hal-hal yang demikian, tidak dapat semudah itu mendapatkan jodoh dan merasa tidak berhak memilih seseorang untuk berjodoh.

Karena kembali masalah masa depan perekonomian baik dari sisi pribadi berdaya atau pun orang tua yang tidak kaya, mendukung dalam kemenarikan hitung-hitungan kekayaan dan asset bagi keluarga yang lainnya.

Sisi lain secara pribadi yang hanya berdaya kerja berpengahsilan Upah Minimum yang bila dihitung untuk kebutuhan ini dan itu saja sulit mengakses kebutuhan dasar seperti rumah dan tanah yang hanya berpengahsilan 2 juta.

Tetap akan sulit sebagai bahan kemenarikan perjodohan yang dimana "berjodoh" di Indonesia bukan hanya dengan anak tetapi orang tua dan keluarga besarnya yang semakin banyak perbicangan bukan hanya hitung-hitungan ekonomi tetapi juga hitung-hitungan masa depan melalui kepala keluarga besar.

Kembali pada topic kemiskinan dengan berbagai tantangan yang akan di dapatkan, yang mana hidup akan berpotensi serba sulit bagi manusia yang tidak semua dapat beruntung kaya.

Tantangan terbesar jika kita, saya, dan anda merasa saat ini miskin dibandingankan dengan tetangga atau teman yang tanpa kerja keras pun mereka mempunyai asset ratusan juta dan kita puluhan juta pun belum ada dengan bekerja keras pontang-panting sana-sini memang harus menerima kenyataan.

Sulit jodoh, hidup serba pas, dan memang tidak punya sesuatu yang diwariskan orang tua, menjadi tantangan hidup itu sendiri dengan kemauan keras untuk berhemat dan menunda pernikahan serta mengatur berapa mampu punya anak sampai keadaan finansial mencukupi setidaknya mampu mewarisi rumah bagi anak kita kelak.

Tidak lain supaya, saat kita mewariskan anak tidak punya apa-apa dengan variable kerja yang hanya untuk makan bagi mereka yang miskin. Bukan tidak mungkin mereka akan tetap miskin dimasa depan dan kita hanya bisa mewarisi kemiskinan structural yang ada "terlahir miskin mewarisi kemiskinan".

Maka dari itu bahwa menyadari betapa sulitnya menjadi miskin bergerak dalam keluar dari kemiskinan itu dengan penilalian masyarakat yang agak nyinyir pada kemiskinan dan factor kerja yang harus sangat keras mencukupi kebutuhan si miskin.

Seharusnya itu menjadi tolak ukur keadaan bagaimana mewarisi kemiskinan itu bukan pilihan yang tepat dan menyengsarakan siapa-siapa yang akan hadir di dunia mengantikan kita dengan segenap beban hidup, kebahagiaan hidup, dan sisi-sisi kelam penderitaan akibat kehidupan.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun