Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pernikahan dan Sisi Paradoks "Sudah Mampu"

19 November 2021   08:08 Diperbarui: 19 November 2021   08:45 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Realitanya, sebuah keluarga yang sedang dijalani oleh banyak manusia kini adalah sebuah pembagian kerja yang sama sekali tidak ideal dengan konsekwensi masing-masing peran yang dijalaninya.

Di lingkungan tempat tinggal baik di desa maupun kota, ada penafsiran ulang bagaimana sebuah keluarga itu dijalankan perannya dengan sisi keterbatasan akan kukungan ekonomi dan kondisi sosial.

Seorang buruh urban, harus menyadari bahwa berkumpul dengan keluarganya merupakan hal yang tersulit dilakukan dengan waktu yang optimal, sehingga peran mutlak dalam keluarga harus dikendalikan oleh satu orang antara istri atau pun suami dirumah menjaga seorang anak untuk salah satunya mencari nafkah keluarga.

Banyak terjadi seorang suami di desa harus merantau ke kota besar bekerja disana dan istri harus seraba bisa mengurus keluarga di rumah. Atau pergantin peran antar gender yang saat ini menjadi hal yang lumrah terjadi, bahwa laki-laki juga harus siap menjadi suami rumah tangga, dimana istri menjadi TKW di luar negri.

Begitu pun cerita para pekerja di perkotaan yang harus siap melemparkan hak asuh anak pada asisten rumah tangga jika masing-masing dari mereka suami-istri sama-sama bekerja untuk mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya.

Namun banyak kasus jika ada peran yang optimal dalam keluarga, di mana keluarga dapat berkumpul sebagai bagian dari keluarga yang utuh, dihadapkan pada masalah ekonomi yang mungkin tidak dapat memberi pengharapan lebih pada kualitas dan tumbuh kembang anak mereka.

Pernikahan abad ke-21, sisi lainnya meruapakan tragedy yang harus disadari sebelum berangan-angan untuk menjalankannya tanpa konsep dasar membangun pernikahan.

Tidak jarang karena lompatan peran dalam keluarga tersebut, menjadi cikal dari bakalnya perceraian yang salah satunya diakibatkan oleh masalah ekonomi atau pun adanya persepsi budaya tradisionalis pernikahan yang masih dipegang dalam keluarga, sehingga menciptakan sebuah konflik baru dalam perceriaan salah satunya masih terbelenggu budaya patriarkis dan egoisme gender.

Kembali, sisi paradox pernikahan adalah hal nyata yang harus diperhatikan peranannya sebelum seseorang memutuskan menikah. Sudah mampu bukan berarti layak menjalani jika tidak ada keterbukaan pemikiran memandang isu-isu pernikahan di abad ke-21 yang tentu kompleks akan permasalahan yang mungkin akan terjadi.

Untuk itu pertama-tama yang harus diperhatikan dari pernikahan merupakan kehendak dan keputusan pribadi, yang memang sebelumnya sudah dipikir secara matang konsekwensinya berserta siap dalam berbagi peran keluarga.

Siapa yang nantinya akan mengurus anak dirumah, yang bekerja, dan mendidik anak-anak. Jika sama-sama bekerja mampukah membayar asisten rumah tangga? Atau jika asisten rumah tangga pun tidak mampu membayarnya, apakah siap orang tua juga ikut mengasuh cucu-cucunya kelak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun