Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pernikahan dan Sisi Paradoks "Sudah Mampu"

19 November 2021   08:08 Diperbarui: 19 November 2021   08:45 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah pertanyaan yang tentu mengganjal. Banyak orang rela impiannya hanya berhenti di altar pernikahan yang menginginkan pembawaan diri bak cinderela dan pangeran negri dongeng buatan itu, dengan usaha dan kerja keras mencari uang selama hidup mereka untuk mengaksesnya pra pernikahan demi sebuah pesta pernikahan yang menjanjikan.

Di mana biaya pernikahan sendiri banyak dari mereka sampai mengahbiskan puluhan bahkan ratusan juta, yang umumnya hanya dihabiskan beberapa hari saja.

Alasannya mengingat moment pernikahan harus menjadi ritus yang paling sacral abad ke-21 dengan pernak-pernik kemewahan gaun untuk diperlihatkan bukan hanya di pelaminan tetapi juga di akun media social mereka sebagai bahan pengisi beranda yang patut dibagian sebagai bagian dari lompatan hidup.

Bahkan yang terasa lebih ganjil yaitu ilusi dari pra pernikahan dengan sejumlah konsep pernikahan yang di idamkan. Justru kebanyakan, mereka berpikir tentang pesta pernikahannya, bukan focus dari bagaimana kehidupan pasca pernikahan, yang menjadi pekerjaan rumah besar bagi dua insan yang akan saling bekerja sama nantinya membangun bahtera rumah tangga.     

Barangkali, semua sudah menyadari bagaimana sulitnya membangun keluarga di abad 21 ini dengan sejumlah kebutuhan hidup yang tinggi dengan ketidakpastian ekonomi yang mapan dan terjamin dimasa depan.

Belum dengan masalah pekerjaan yang nyaris menyita banyak waktu diera serba maju seperti sekarang, baik dalam system kerja industrialisasi maupun pasar-pasar digital, yang menampakan sebuah efesiensi dunia kerja memungkinkan tenaga kerja manusia terus tergerus dengan system, yang pekerja nyaris dipingirkan dengan adanya akses teknologi pada peranan dunia kerja.

Disisi lain, system dari kerja sendiri saat ini, di mana bangunan jaminan pekerja sangat rapuh dengan tidak adanya kepastian kelanggengan kerja yang menjajikan dengan system yang sudah umum seperti alih daya, maupun pegawai dengan hanya berupah minimum, hanya cukup untuk akses ekonomi diri saja, tentu menjadi masalah tersendiri harus dipikir secara matang memandang sebuah bangunan keluarga.

Diabad ke-21, pandangan akan pernikahan dengan berbagai kompleksitas masalahnya. Kenyataannya bukan lagi pada "disandarkan" egoism pribadi, hidup, kerja, lalu beranak pinak kemudian mati.

Lebih dari itu, kesadaran akan pernikahan sendiri yakni membuka peluang untuk dapat hadirnya satu atau dua, bahkan lebih manusia baru lahir di dunia, yang juga harus dicukupi semua kebutuhannya, hidup secara layak, selayak bagaimana abad ke-21 ini mengubah prilaku dan cara pandang manusia meredefinisi dunia baru menurut pandangan-pandangan social yang terus bertransformasi.

Tetapi, apakah benar ada keluarga yang benar-benar ideal, bagaimana menata sebuah anggota keluarga sesuai dengan apa yang diharapkan serta ilusi akhir dari sebuah cerita pernikahan diabad ke-21 ini?

Inilah tantangan besar sebuah keluarga diabad ke-21 yang mesti dijalani dengan segenap kesadaran penting dari dalam diri, bukan hanya sebagai trand memandang pernikahan karena usia, ataupun tuntutan social yang sering banyak dijumpai pertanyaan tentang kapan pernikahan itu dilangsungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun