Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Luhut, Supermen, dan Carut Marut Mentri Jokowi

17 September 2020   15:48 Diperbarui: 17 September 2020   21:47 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: nusantaranews.co

Dalam sebuah wacana adanya seorang mentri memang tidak salah jika harus taat dan menurut apa yang menjadi visi seorang presiden. Karena bagimanpun seorang mentri adalah pembantu presiden.

Tetapi apakah mungkin dengan apa yang dinamakan pembaharuan ide dan pelaksanaan tata kenegaraan yang ingin lebih baik, hanya bersumber dari visi seorang presiden saja, ide-ide dalam membangun sebuah Negara?

Inilah yang menjadi problematika di Indonesia bawasanya mentri Jokowi, harus patuh pada visi Jokowi. Apakah jika seperti itu, seorang presiden sudah memilih pembantunya yang berkompeten di bidangnya untuk menerjemahkan visinya menjadi nyata untuk tata kelola Negara yang lebih baik?

"Seorang yang sanggup menerjemahkan visi orang lain kemungkinan besar adalah orang-orang yang berkecimpung dan berkompeten di bidangnya masing-masing".

Contohnya adalah guru dan kaum intelektual, sedikit banyaknya karena tahu pendidikan dan kebudayaan masyarakat tentu memiliki kompetensi di dalam dunia pendidikan dan kebudayaan.

Dipastikan karena pengalaman mereka tahu sedikit banyaknya masalah yang ada dalam dunia pendidikan. Maka menjadi mentri pendidikan dan kebudayaan bagi seorang yang berpengalaman di bidang pendidikan masyarakat, yang tahu seluk beluk dunia pendidikan seharusnya direkomendasikan menjadi seorang mentri.

Seperti mentri pendidikan dan kebudayaan masa orde baru Dr. Daoed Joesoef atau Ki Hadjar Dewantara di masa orde lama. Masing-masing dari mereka adalah orang-orang yang sumbangsinya ada di dunia pendidikan dan intelekual sebagai ciri lahirnya sebuah kebudayaan.

Ki Hadjar Dewantara mentri pendidikan masa orde lama adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.

Disamping itu  Ki Hadjar Dewantara juga pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Sedangan Dr. Daoed Joesoef mentri pada jaman orde baru kiprahnya dalam dunia pedidikan dan intelektual kebudayaan yang juga mempuini, ia adalah salah seorang tokoh yang ikut mendirikan CSIS (Centre for Strategic and International Studies), sebuah tangki pemikir yang banyak dimanfaatkan sumbangannya oleh pemerintahan Orde Baru. Keduanya adalah contoh mendekati ideal mentri yang memangg ada dalam bidang dan profesinya.

Tetapi pada praktik-praktik pemilihan mentri dimasa pemerintahan Jokowi nyatanya banyak dari mereka yang tidak sesuai kompetensi masing-masing di paksakan menjadi mentri, bermodal nama mentri tersebut populer dimasyarakat menjadi public figure.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun