Berbagai titik pencapaian, mungkin sedikit banyak itu adalah membangun apa yang ingin manusia bangun sebelumnya.Â
Tentu sebagai bahan yang tersadari itu--- satu manusia yang hadir disini adalah satu bagian dari mata rantai keluarga; disana pasti ada ayah, ibu dan anak sebagai peranan menjadi manusia itu sendiri.
Namun yang tidak ingin dirasa, bahkan menjadi sesuatu yang harus tersesalkan, mengapa setiap hubungan keluarga harus naik dan turun tingkat konduifitasnya dalam arti: "tidak ada keluarga yang benar-benar tentram atau datar sebagai keluarga yang sempurna"?
Tidak ada gading yang tidak retak, keluarga juga bagian dari sesuatu yang lain, meskipun ia satu rantai garis keturanan, namun secara garis kejiwaan, kita tetap berdiri sendiri-sendiri sebagai jiwa manusia.
Mengapa demikian adanya? Tentu ini juga dapat menjadi jawaban tentang berbagai pertanyaan disana; kenapa didalam satu keluarga itu tidak ada yang benar-benar sama sikapnya?
Ada yang jenius, biasa, juga ada yang selalu menjadi pihak yang tersalahakan atas pola pikir mereka sendiri yang katanya "keblinger" menurut anggota keluargannya sendiri.Â
Karena tidak mudah diatur keluarga; merupakan sikap keblinger itu dengan berbagai alibi dari kesalahan-kesalahan yang mereka sendiri perbuat karena tidak menuruti apa yang sebelumnya keluarga sepakati sebagai sebuah keputusan bersama.
Ayam sebagai analogi dari keluarga, pasti didalam mereka bertelur harus ada yang tidak jadi atau bahkan bisa jadi anak semua maupun dapat cacat tidak sempurna.Â
Mungkin begitupun pula dilahirkan menjadi manusia, dalam keluarga-pun tidak dapat disepadankan baik secara fisik, mental, atau nasib-nasib yang mereka punya untuk sama.
Perbedaan dalam satu keluarga merupakan bentuk itu, bahwa sejak lahir kita sudah menjadi berbeda; maka perbedaan harus dimulai dari manusia berpikir dalam lingkungan terdekatnya yakni dari dalam anggota keluarga mereka sendiri.
Tetapi yang terkadang menjadi bumbu dalam keluarga, anak dengan bapak, atau bapak dengan ibu.Â