Lamunan merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaskan oleh manusia termasuk prio. Tentu dengan lamunan itu, ia bukan hanya akan dijadikan ajang kontemplasi.
Tetapi juga ajang dari manusia merefleksi dirinya sendiri, sudah sesuaikah dengan kenyamanan batin yang mereka hadapi tentang cara hidup yang sedang dijalani?
Perkara baik dan buruk, manusia memang harus melampauinya, seperti sudah menjadi takdir hidup manusia itu, semua adalah setitik dari kontradiksi, begitupun dengan hidup prio yang sejatinya kontradiktif tersebut.
Karena kecewa dengan kehidupan mungkin bukanlah jawaban. Baik dan buruk seperti menjadi satu kesatuan itu antara manusia, nasibnya, dan jalan berpikirnya sendiri yang sulit terjadi dalam kenyataan
Menjadi manusia: "kesalahan apapun masih bisa diperbaiki. Dan setiap dari bentuk kekecewaan itu: selalu dapat disembuhkan. Kata-kata itulah yang seperti muncul misterius dalam pikiran prio.Â
Berpikir-dan terus memikirkan akan samapai pada titik berhenti berpikir namun tidak disadari. Dalam kadar berlebih dalam berpikir, justru disana kita akan menemukan buah dari pikiran yang sebenarnya kita butuhkan.Â
Prio selalu menemukan apapun yang ia butuhkan sebagai kebijaksanaan saat, dia memang harus berpikir keras menanggapi sesuatu.
Karya sebagai kepuasan batin, disanalah seseorang itu berharap, bukan berharap terhadap sesuatu yang tidak dijangkaunya, tetapi dengan berkarya itu, merupakan sesuatu yang menguatkan hidup manusia.Â
Oleh karena itu menjadi manusia, aslinya mereka punya cara tersendiri untuk menguatkan hidup dengan cara masing-masing.
Jika seniman patung cara semakin menguatkan diri dan hidupnya menantang dirinya dengan melukis missal-nya supaya ada tantangan, berbeda dengan seniman kata-kata seperti prio, ia menantang dirinya membuat suatu novel filosofis yang berangkat dari kegelisahannya sendiri, menanggapi hidup yang sangat kontradiktif.Â
Ya, tidak bisa disangkal memang, hidup memang kontradiksi itu, kekecewaan, kebahagiaan dan  kesengsaraan menjadi bingkai diri manusia.