Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kenikmatan Kecil Tanpa Tuhan

25 Agustus 2019   22:28 Diperbarui: 26 Agustus 2019   00:08 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar Caping.co.id

Inilah yang terjadi saat ini, orang banyak mengaku bahwa: mereka mengikatkan diri pada suatu lembaga kebaikan Tuhan, mereka juga melakukan ritual-ritual atas nama perintah Tuhan: tetapi mereka lupa bahwa mereka harus mengenal manusia sebelum Tuhan: agar Tuhan tidak dijadikan sebuah dalih konsep kebaikan hanya dari dirinya sendiri; "tidak baik" untuk orang lain sebagai kesadaran akan sikap terhadap segala sesuatu tentang kemanusiaannya.

***

Sebagai jawaban memang aku harus bertanya; tentang disana banyak orang saling menyandarkan diri dalam bentuk obrolan verbal yang saling menguatkan satu sama lain. Apakah memang beban hidup  dari anak-anak rohani di dunia harus semelelahkan ini? Pertanyaan dibalik tanya, dan aku bertanya bukan pada yang banyak orang katakan sebagai keterpercayaannya akan kebaikan-Nya "Tuhan".

Dalam bukunya "Zarathustra" Nietzsche pernah mengatakan bahwa: "Tuhan telah mati dan matinya Tuhan karena belas kasihnya kepada manusia". Memang "kehidupan" dalam bingakai realitasnya, begitu rancu, banyak orang mengenal Tuhan tetapi sebenarnya mereka tidak pernah mempunyai Tuhan. 

"Manusia sendirilah yang telah membunuh Tuhan": karena sejatinya ketuhanan merupakan bentuk kemanusiaan, dan manusia kini dipertanyakan; cenderung enggan menyadari bahwa: "mereka manusia, harus menjunjung tinggi kemanusiannya sebagai cermin dari makhluk bertuhan".

Tetapi tuhan-tuhan dalam konsep hanya dijadikan tempat; dimana mereka melakukan sesuatu atas kehedak "Tuhan" menurut apa yang telah diyakini mereka termasuk: mengutuk manusia lain atas kebaikan mereka sendiri mengatasnamakan "kebaikan" ajaran Tuhan. Tentu semua hanyalah sebatas interpretasi "kedalaman" sikap manusia, tentang bagaimana manusia hidup dengan cara bertuhan di dalamnya: tetapi melupakan ajaran cinta kasih "Tuhan" terhadap kemanusiaan.

Menjadi pertanyaan itu, tentang konsep-konsep sebagai "manusia langit" mengaku bahwa: mereka yang paling dekat dengan "Tuhan" terbaru dalam era masyarakat teknologi. Yang dalam bingkai semesta berpikirnya terekam oleh kecanggihan teknologi, dan itu dibagikan kepada semua orang yang melihatnya sebagai "representasi" kesalehan dirinya sebagai manusia.

Namun segala bentuk pertanyaan itu, apakah reperesentasi dalam masyarakat teknologi menjadi penggambaran setiap pribadi secara riil termasuk: upaya citra diri membuat salehnya terhadap ajaran Tuhan? Pertanyaan dibalik suatu tanya itu, konflik kepentingan dan segala macamnya, bukankah Tuhan dalam konsep terus akan berubah-ubah menyesuaikan zaman dalam isi pikiran manusia saat ini?

Uang dan kekuasaan yang banyak manusia kejar zaman ini, bukankah secara tidak sadar mereka "manusia" digiring menuju kesana dan harus mewujudkan apa yang menjadi keinginan atau hasratnya sendiri? Memang semua tidak dapat di pungkiri, upaya baik mereka selalu saja mengatasnamakan "Tuhan" walaupun hasrat baik itu adalah egoisme, yang sebenanrnya manusia belum cukup dengan dirinya sendiri, dan harus terus mengisi apa yang kurang dari dirinya untuk pemenuhan-pemenuhan keinginan termasuk: "mencampuri urusan manusia lain untuk pemenuhan-pemenuhan hasrat kosong dirinya tersebut.

Sampai kapanpun, tentang pengetahuan yang terus di ajarkan oleh para manusia bijaksana disana. "Manusia yang belum selsai dengan dirinya sendiri, ia akan terus mencari sesuatu yang kurang dari dirinya, terus, dan tidak akan pernah selsai". Ketika mereka menganggap ada suatu yang salah dari diri orang lain: karena egoismenya yang tidak disadari, cenderung tanpa mengukur dirinya sendiri terlebih dahulu; selamannya karena hasrat yang kurang itu, "mencari kesalahan orang lain untuk memenuhi hasratnya; seperti akan menjadi suatu yang pasti dan dilakukan sampai kapanpun selama mereka masih hidup".

Tentu mereka melakukan itu atas dasar pemenuhan-pemenuhan tentang kekosongan dirinya tersebut, dan merasa sedikit penuh karena: ia merasa mempunyai dan percaya Tuhan-tuhan baru di dunia dan menutup "Tuhan" dalam bentuk kemanusiaan yang sebenarnya ada pada  ajaran yang mereka anut sebagai "keyakinan" hidupnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun