Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kritik "Sastra", Jalannya Eksistensi Negara

13 Juli 2019   09:01 Diperbarui: 16 Juli 2019   21:40 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Katanya negara ini kaya, tetapi dimana kekayaannya? Jika ke kaya-an Negara hanya retorika, mengapa dibilang kaya sementara warga negaranya belum semua sejahtera? Sebenarnya apa peran negara bagi warga negara? Saya sebagai warga negara merasa, negara tidak punya dampak apa-apa untuk eksistensi lebih baik "manusia" sebagai warga negara.

Warga negara sedikit banyaknya sadar, setiap tahun pajak harus dibayar. Tetapi warga negara tidak begitu tahu kemana pajak itu disalurkan. Baiklah untuk pembangunan, untuk penyelengaraan kenegaraan, dan lain sebagainya.

Bukankah juga perlu dipertanyakan dimana pajak untuk kemakmuran ekonomi bersama? Negara jugakan berperan mengatur warga negara berpenghasilan tinggi, membantu warga berpenghasilan rendah untuk pemerataan kemakmuran sesama warga negara.

Sepertinya kenyataan kemakmuran itu terbalik, justru yang berpenghasilan rendah membantu yang berpenghasilan tinggi. Lihatlah mereka para manusia-manusia penyelengara negara yang berpenghasilan tinggi. Hidupnya menuntut sejahtera dari Negara, bahkan korupsi yang semakin merajalela.

Mereka penyelengara negara tidak sedikitpun merasa iba pada warga negara perenghasilan rendah, yang tetap membayar pajak walau berat demi untuk kesejahteraan penyelenggara negara dan lain sebagainya, "atas nama Negara", parahnya ketika mereka memperalat Negara untuk kemakmuran mereka.

Kenyataan hidup sebagai warga negara memang harus berjuang sendiri, mengatur hidunya sendiri, dan berbelanja dengan kemampuannya sendiri. Janji-janji, visi kenegaraan seakan mandul oleh mereka para penguasa atas nama negara.

Sangat sedikit bantuan dari negara, bahkan Negara pun tidak mampu membuat warga negara nyaman dengan masa depannya tanpa merasa ada kekhawatiran. Undang-undang bernegara mencapai kemakmuran bersama seperti utopia, santer di dengungkan, palsu dirasakan warga negara.

Kebersamaan disatukan oleh negara seperti bukan jawaban meringankan beban hidup yang ada. Kemakmuran yang dijanjikan Negara pun terasa hampa. Air, tanah, dan hasil bumi lainnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat seperti tulisan belaka.

Ketika eksistensi negara sudah tidak mempunyai makna, apakah salah warga negara mempertanyakan negaranya? Sudah berganti visikah eksistensi negara? Negara hari ini bak alat untuk menjajah warga Negara saja, dimana keuntungan sepenuhnya digunakan untuk kesejahteraan para penguasa Negara bukan atas nama kesejahteraan rakyat suatu negara.

Mungkin inilah zamannya "kritik sastra", meskipun akan menjadi kekosongan belaka, namun ini dapat dijadikan suatu hiburan semata. Ketidak pastian yang tidak tersampaikan, kekhawatiran yang terus dipendam, rasanya, berupaya sama-sama tahu akan semua yang terjadi di alam kebatinanan manusia untuk ditulis begitu mengilhami bahwa; mungkin perasaan atau pemikiran yang manusia sedang rasakan ini, banyak juga yang merasakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun