Mohon tunggu...
Komar Udin
Komar Udin Mohon Tunggu... Lainnya - Wiraswasta

Membaca, sederhana , politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jargon Netralitas dan Syahwat Kekuasaan NU

26 Januari 2024   08:38 Diperbarui: 26 Januari 2024   08:38 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

karenanya semakin sering PBNU  membantah,semakin keras pula kemarahan publik,terlebih lagi dari kalangan Pendukung kiyai Marzuki yang menggap PBNU sedang melakukan kebohongan besar-besaran demi menutupi alasan  yg sebenarnya.Karena mereka tetap meyakini kalau pemecatan kiyai Marzuki tidak lain dan tidak bukan karena mendukung salah satu Paslon yaitu Paslon nomor satu Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, sementara sudah terang benderang PBNU mendukung paslon nomor dua Prabowo- Gibran , yang sepenuhnya bertolak belakang dengan perintah netral Ketum PBNU itu sendiri,lain dimulut lain dihati.

Memang sebelum pemecatan kiyai Marzuki selaku ketuaPW NU Jawa Timur, didahului pergantian terhadap pengurus pusat PBNU yaitu Nusron Wahid dan Yeny Wahid yang masing-masing menjadi Timses Paslon Prabowo - Gibran dan Ganjar-Mahfud. Karenanya ini seolah menjadi  pembenar kalau PBNU sudah berbuat secara adil dan berimbang dalam membuat keputusan.

Tentu saja publik tidak serta Merta percaya, apalagi ada dua kalimat yang berbeda yang mengiringi keputusan PBNU, yaitu pergantian dan dipecat.  untuk Nusron dan mbak Yeni,  Kepada keduanya berlaku istilah pergantian. Ada perbedaan makna yg jelas berbeda dari dua kata tersebut. orang yang diganti tidak harus karena melakukan kesalahan fatal. Alasan penyegaran ditubuh organisasi misalnya, sering kali menjadi salah satu alasan atau karena  kurang aktif  menjadi alasan lain, dan biasanya terhadap pihak yang diganti diikuti ucapan terima kasih atas
dedikasinya selama ini terhadap organisasi.

Lalu istilah yang dipakai untuk kiyai Marzuki Mustamar adalah kalimat pemecatan atau pencopotan. Kata pecat atau pemecatan atau dicopot, selalu punya konotasi buruk,tidak termaafkan,maka tidak ada jalan lain kecuali dipecat atau dicopot sebagai jawabannya tegasnya.

Pertanyaannya perilaku buruk yang tidak termaafkan seperti apa yang dilakukan kiyai Marzuki Mustamar, Sampai-sampai yang bersangkutan harus dipecat dengan tidak hormat,sementara  yang menjadi Tim sukses Paslon capres-cawapres saja cuma dikasih sanksi pemberhentian, mengapa kiyai Marzuki yang cuma mendukung salah satu Paslon malah diganjar dengan pemecatan atau pencopotan.

Pertanyaan lainnya bagai mana dengan pengurus NU lainnya , yg juga menjadi Tim sukses Prabowo-Gibran. Kita tahu Gubernur Jawa Timur yg juga salah satu pengurus PBNU sekarang menjadi timses Prabowo-Gibran, tapi PBNU tidak melakukan hal yang serupa seperti yang dilakukan terhadap kiyai Marzuki Mustamar.

Ketum PBNU cuma meminta Khofifah agar segera mengajukan surat cuti pada saat yang bersangkutan sudah resmi menjadi timses Prabowo-Gibran. Sekilas terdengar biasa bahkan normatif saja,tetapi klu kita mau cermati lebih jauh justru makin mengkonfirmasi perlakuan diskriminasi PBNU terhadap kadernya yang mendukung Prabowo-gibran dgn yang mendukung lainnya,terutama Paslon AMIN.

Mengapa kiyai Marzuki Mustamar tidak diminta mengajukan surat cuti terlebih dulu seperti yg diminta sang Ketum PBNU kepada Khofifah Indar Parawansa , tapi langsung diganjar dengan pemecatan atau pencopotan,bahkan tanpa proses tabayun yg selama ini dipegang teguh oleh NU sebelum memutus suatu perkara.

Padahal posisi Khofifah bukan cuma pendukung,tapi timses sekaligus jurkam Prabowo-Gibran. Belum lagi pengurus NU ditingkat pimpinan Wilayah atau provinsi, Pimpinan Cabang ditingkat kabupaten/kota yang tersebar kepada para Paslon,umumnya Prabowo-Gibran, masa iya PBNU tidak tahu ,atau memang tidak mau tahu ,sehingga tidak memberi sanksi apapun seperti yang gencar dilontarkan sang ketua umum PBNU selama ini.

KECURANGAN SEJAK DINI
Pilpres kali memang diwarnai begitu banyak dugaan kecurangan, bahkan sejak awal kecurangan sudah terjadi dilembaga yudikatif ketika Mahkamah konstitusi menguji pasal 169 UU pemilu no 7 tahun 2017 tentang batas minimal usia  Capres-cawapres yang  paling sedikit berusia empat puluh tahun,tapi MK menambahkan kalimat "sedang/pernah memimpin pada jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum,termasuk kepala daerah".

Tidak perlu harus menjadi ahli hukum untuk memahami arti dan arah keputusan tersebut,orang awampun paham kalau ketuk palu MK itu sengaja dipersembahkan untuk Gibran Rakabuming Raka semata , yang saat itu sedang harap-harap cemas menjadi Cawapres Prabowo,karena usianya yang belum genap empat puluh tahun seperti yg dipersyaratkan UU pemilu no. 7 tahun 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun