Mohon tunggu...
Drs. Komar M.Hum.
Drs. Komar M.Hum. Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Al-Izhar dan Fasilitator Yayasan Cahaya Guru

Berbagi dan Menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimana Merancang Metode Pembelajaran yang Menarik, Menyenangkan, Kontekstual dan Bermakna?

1 Desember 2017   23:57 Diperbarui: 2 Desember 2017   09:27 5459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aneh, mengada-ada, kekanak-kanakan, dan tidak bermutu, itu kesan yang saya tangkap dari mereka. Setelah berada di ruang serbaguna, saya memberikan pengarahan, "Silahkan setiap orang bermain holahop maksimal 5 menit. Bagi yang sudah lancar, bantu temannya yang belum bisa". Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan permainan holahop kelompok.

Setiap kelompok berbaris dengan tangan berpegangan. Anggota paling kiri memegang holahop dan harus memindahkan ke anggota sebelah kanannya tanpa melepaskan tangan, hingga holahop berada di ujung paling kanan secepat mungkin.

Apa yang terjadi beberapa menit kemudian? Suasana yang tadinya beku berubah menjadi sangat dinamis, penuh gelak tawa, menyehatkan dan menyenangkan. Mereka yang sudah piawai maupun yang belum bisa sama sekali bermain holahop, sama-sama menjadi tontonan yang menarik. Suasana semakin riuh rendah saat memasuki perlombaan permainan holahop kelompok. Masing-masing kelompok ingin menjadi yang tercepat di kelasnya.

Tapi apakah cukup sampai di situ? Tentu saja belum. Itu hanya satu tahapan membangun suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Apa dan bagaimana kontekstualisasinya dengan meteri yang sedang dibahas yaitu Pembangunan Berkelanjutan? Itu tantangan berikutnya.

Langkah selanjutnya adalah kerja kelompok untuk mendiskusikan prinsip-prinsip apa saja yang didapatkan dari permainan holahop individual dan kelompok. Bagaimana kaitannya dengan prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan yang sejak tahun 2016 menjadi program Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui Sustainable Development Goals (SDGs) hingga tahun 2030? Hal-hal apa saja yang sudah tercapai di lingkungan tempat tinggal masing-masing terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan pelestarian lingkungan? Apakah warga di sekitar tempat tinggalmu mendapat kesulitan terhadap akses layanan kesehatan dan pendidikan? Masih adakah ibu-ibu yang meninggal karena melahirkan? Masih adakah anak-anak yang tidak dapat sekolah karena kesulitan biaya? Bagaimana penanganan sampah di lingkungan temnpat tinggalmu? Serta rangkaian pertanyaan lain yang relevan dengan kehidupan di tempat tinggal murid-murid. Dengan demikian, proses pembelajaran menjadi kontekstual dengan kehidupan sehari-hari, serta lebih bermakna bagi kehidupan para peserta didik.

Dalam kajian teori belajar, proses tersebut termasuk dalam konsep konstruktivisme. Sebagai landasan paradigma pembelajaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif murid, pengembangan proses belajar mandiri, dan kemampun untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri. 

Orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru ke murid. Mereka tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap pasrah mereka disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau mereka dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Murid kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. 

Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Guru hanya satu di antara beragam sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.

Apakah kelas Anda seperti menara gading yang terpisah dari kehidupan?

Jika jawabannya "ya", maka Anda perlu merenungkan ulang hakikat pendidikan dan pembelajaran. Anda harus merefleksikan kembali seluruh proses pembelajaran yang sudah dijalani selama ini, karena hal tersebut merupakan jebakan yang "mematikan" bagi proses pertumbuhan kepedulian, kebermanfaatan dan kebermaknaan proses pendidikan para peserta didik. 

Kelas menjadi steril, ngawang-ngawang dan terpisah dari kehidupan nyata. Murid hanya bergumul dengan konsep-konsep abstrak yang terpisah dari realita. Bukankah itu sangat membahayakan bagi proses pendewasaan peserta didik? Yang seharusnya terjadi  adalah kelas menjadi laboratorium terbuka, dinamis dan terhubung dengan dunia di luar sana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun