Balada anak kost dari dulu sampai sekarang hampir sama. Uang kiriman orang tua yang terlambat. Bukan cerita baru tapi menjadi bagian dari seni mengelola harapan. Dan saat tanpa sengaja menemukan "harta karun" berupa selembar uang diantara tumpukan baju. Menjadi hiburan tersendiri. Â
Saya menabung waktu itu untuk berhemat dan mengurangi beban orang tua dalam membiayai kuliah. Salah satunya agar biaya beli kertas untuk buat skripsi dan wisuda tidak harus minta ke orang tua. Kebiasaan menabung di bank dan di bawah baju di lemari kost, memberi banyak manfaat. Selain cukup untuk biaya wisuda, jilid dan gandakan skripsi. Ternyata dapat untuk mentraktir makan beberapa teman.
Menabung itu mengetahui pengeluaran dan pemasukan
Kebiasaan memisahkan uang masih saya lakukan sampai sekarang. Bedanya tidak lagi di bawah baju atau ke dalam amplop seperti ibu. Tapi dalam buku tabungan atau rekening bank. Dan sebelum menabung kami terbiasa menghitung pengeluaran rutin bulanan.
Belanja bulanan dan angsuran kendaraan.
Bayar SPP anak-anak, asuransi, listrik, air, telpon dan pulsa.
Uang transpot seluruh keluarga dan uang saku anak-anak.
Pengeluaran tidak rutin: sumbangan sosial di kantor dan di kampung, sumbangan nikahan saudara dan kenalan.
Pengeluaran pajak kendaraan, bumi bangunan setiap tahun dengan menabung tiap bulannya. Caranya menjumlah seluruh kewajiban membayar pajak dalam satu tahun dibagi dua belas. Ketemu angka  yang harus ditabung setiap bulannya. Â
Menabung itu mengelola
Saran saya, baiknya memiliki beberapa rekening tabungan untuk memisahkan jenis keperluan atau pengeluaran. Untuk memudahkan pengelolaan. Dan saya melakukannya sebagai pengganti amplop seperti yang pernah dilakukan ibu. Â
"Jadi kangen sama ibu...."
Pengalaman mengelola uang dengan beberapa rekening. Selalu ada sisa atau saldo di salah satu rekening pengeluaran. Sehingga saldonya dapat bertambah dari bulan ke bulan dan menjadi tabungan atau cadangan dana yang tidak terduga.Â