Mohon tunggu...
Klub Menulis HPIM
Klub Menulis HPIM Mohon Tunggu... Akuntan - OBOR

Akun Resmi Klub menulis Himpunan Pelajar Indonesia Ma'had di Mesir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pak Sopir Tua

15 Agustus 2021   21:11 Diperbarui: 15 Agustus 2021   21:17 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: Kahfi Yakahfi

Pagi itu setelah fajar berlalu, mentari bersinar cerah menghangatkan suasana di kota Kairo. Cahayanya mencoba menerangi di setiap sudut jalan kota. Sambutan suara burung-burung kecil yang berterbangan di halaman syaqqahku seolah turut Bahagia menyambut suasana pagi itu.

Angin sejuk yang diiringi riuh gonggongan anjing berhasil membangunkanku dari tidur setelah memurojaah bebarapa hafalan quran bersama teman. Setelah aku terbangun, yang kudapati hanyalah sebuah quran yang tergenggam dan sajadah sebagai alas tidurku. "Lho, mana si Ucup?" gumamku yang mencoba memaksa mata untuk sadar dari lelap. "Yaudahlah, lanjut dulu yakan, ngantuk bener dah." Tambahku dan melanjutkan tidur.

''Rii, bangun woy! Udah mau jam setengah 8 nih, ini hari ahad lho, nadzhab ilal madrosah akhii!'' suara Ucup memaksa diriku bangun dari tidur. "Hah! Hari ini ahad?" Jawabku sambil terperanjat bangkit dari sajadah. "Iyaaa, buruan mandi sana! Tinggal nih!" Balas Ucup sedikit kesal sambil menata bukunya.

Sejurus kemudian aku bergegas untuk berangkat ke sekolah seperti biasa. Hari itu hari pertama berangkat ke sekolah semenjak syaqqah kami pindah di daerah Attabah, Darrosah. Jalan-jalan tikus yang begitu memutar kepala untuk menghafalnya adalah tantangan baru untuk kami agar dapat berangkat ke Sekolah. Tak perlu berpikir panjang, kami pun berangkat bermodalkan sedikit kata-kata senior dalam menentukan arah ketika berangkat nanti.

Setelah beberapa menit berjuang menyusuri jalan-jalan sempit Darrosah, kami memutuskan untuk sejenak berhenti sembari mengingat ingat petunjuk yang diberikan senior. "Rii, kayanya kita nyasar dah, dimana ini cuy? Mana ga ada orang Indo lagi!" Kata Ucup sedikit menahan khawtir diwajahnya. "Sante elah ada gue, kaleem, oke boi?" Bujukku mencoba menenangkan Ucup.

Kami cukup bingung setelah mengamati beberapa jalan yang tak sesuai apa yang diarahkan oleh senior, dan akhirnya kami pun memberanikan diri untuk bertanya kepada orang Mesir yang tengah berjaga toko di samping jalan. "Yaa amm, law samaht. Mahattah attabbah fien?" tanyaku kepada penjaga toko itu.

Beberapa menit kemudian setelah kami berusaha mencari petunjuk yang diarahkan oleh penjaga toko itu, akhirnya sampai kepada sebuah mahattah yang ingin kami tuju. Namun, langkahku terhenti sejenak, ingatanku sontak mengingat-ingat sesuatu tentang mahattah ini.

Matahari semakin beranjak naik, terik panasnya mulai memeras keringat. Tak disangka memang benar-benar membutuhkan perjuangan untuk sampai di mahattah ini. Sementara kami berhenti sejenak untuk beristirahat. Aku berdiri di seberang toko sembari menunggu Ucup membeli sebuah botol air untuk kami minum nanti.

Tiba-tiba aku terfokus mengingat-ingat cerita senior tentang mahattah ini. Mahattah ini terkenal cukup menyeramkan dan sepi, tak banyak dilalui oleh para pejalan kaki, khususnya orang-orang Indonesia. Bangunannya tua nan kotor terselimuti oleh debu, tempat duduk terlihat berantakan tak tertata, mobil-mobil yang telah lama mati tak terurus memenuhi sisi jalan dan tak jarang terjadi beberapa kejadian kejahatan, seperti; pencopetan hingga perkelahian, kondisi ini sungguh menyeramkan bak suasana horror di film-film. Di tambah temanku Ucup yang belum tahu tentang hal ini, syukur-syukur aku tak menceritakan di awal jalan tadi.

"Ngelamunin ape sih?", gertak Ucup sambil menggenggam sebuah botol air minum di tangannya. "Ga ada Cup, hehe." Jawabku sambil tersenyum pendek. Aku mencoba untuk menjaga suasana dengan Ucup, agar tetap merasa aman dengan keaadan di tempat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun