Pencatatan Keuangan yang Absen. Inilah tantangan paling fundamental. Keuangan usaha dan pribadi masih tercampur dalam satu dompet. Tanpa pencatatan, mustahil mengukur untung-rugi secara akurat, apalagi untuk mengakses permodalan yang lebih besar.Â
Namun, penelusuran kami tak berhenti di teras rumah para wirausahawan. Kaki kami melangkah lebih jauh ke hamparan sawah, dan di sanalah kami menemukan sisi lain dari cerita Desa Trigonco.
Di Balik Manisnya Tebu, Ada Dilema Air Belerang
Pemandangan di area persawahan begitu seragam, hamparan hijau tanaman tebu sejauh mata memandang. Awalnya kami kira ini adalah spesialisasi yang menguntungkan. Kenyataannya, ini adalah sebuah keterpaksaan.
"Di sini mau tanam padi atau jagung, susah sekali, Mas. Daunnya pasti menguning lalu mati," ujar seorang petani kepada kami.
Akar masalahnya terletak pada sumber daya paling vital yaitu air. Sumber air irigasi di Desa Trigonco ternyata memiliki kandungan belerang (sulfur) yang tinggi. Kondisi inilah yang memaksa petani hanya bisa menanam tebu, salah satu komoditas yang paling toleran. Monokultur ini, meski menghidupi, sejatinya menciptakan kerentanan yang serius: ketergantungan ekonomi pada harga tebu, minimnya diversifikasi pangan, dan risiko degradasi tanah jangka panjang.
Sebuah Kesimpulan Awal
Satu minggu di Desa Trigonco telah mengajarkan kami sebuah pelajaran berharga tentang kompleksitas. Di balik manisnya tebu, ada dilema yang mengikat. Di balik semangat wirausaha, ada potensi yang terbelenggu. Tugas kami di sini bukanlah untuk menyelesaikan segalanya, melainkan menjadi pemantik dan penghubung. Dengan memberdayakan yang ada di hilir dan merintis jalan baru di hulu, kami berharap meninggalkan jejak berupa fondasi harapan. Sebuah fondasi di mana kelak, kesejahteraan desa tidak lagi bertumpu pada satu komoditas, melainkan pada harmoni antara ladang yang subur dan wirausahawan yang makmur.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI