Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hindari "Curi" Kursi Orang Lain di Kabin, Akibatnya Fatal

13 Januari 2021   09:39 Diperbarui: 13 Januari 2021   20:54 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabin pesawat Lion Air. | Credit: Dokumentasi Lion Air Group Kompas.com

Saya bertanya kepada beliau, apa benar kursi yang beliau tempati itu memang betul-betul nomor kursi yang tertera di boarding pass. Dengan nada ketus sang ibu malah meminta saya untuk duduk di kursi yang kosong, alih-alih pindah.

Beliau berdalih bahwa duduk di manapun sama saja. Sontak, celoteh beliau sukses membuat saya bingung dan teringat saat naik angkot, yang bebas duduk di mana saja asalkan datangnya paling awal. Mau di samping pilot boleh. Duduk di sebelah pramugari boleh banget. Fix! Ini angkot!

Saat itu saya sempat berpikir, "Kenapa emak-emak ini enggak duduk di kursi yang semestinya atau lesehan di bagasi pesawat kalau memang duduk di mana aja sama." Sayangnya, saya tak sampai hati berkata begitu. Takut kualat.

Saya sengaja memilih nomor 10-F yang letaknya dekat dengan jendela pesawat. Posisi itu pula yang kerap saya pilih kala bepergian mamakai pesawat sebab saya hobi menikmati pemandangan alam.

Sembari memperlihatkan boarding pass, saya berkata kepada sang ibu bahwa kursi yang beliau tempati itu adalah hak saya. Masih dengan nada ketus, sang ibu tetap bersikeras mendesak saya untuk duduk di kursi yang masih kosong yang posisinya di sisi lorong kabin.

Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. | Dokpri
Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. | Dokpri
Melihat perdebatan hangat saya dengan sang ibu, penumpang lain di belakangnya pun tertawa-tawa. Saya jadi malu sendiri karena selama ini belum pernah terlibat diskursus sengit di dalam kabin pesawat, apalagi sama emak-emak.

Saya yang terpukau karena tingkah dan celoteh beliau, lalu membuang tatapan kepada seorang pramugari yang ketika itu tengah sibuk menata koper, dengan niat untuk kenalan meminta bantuan.

Tatapan saya dibalas. Kita berdua saling menatap, kebingungan. Sambil menatap matanya dalam-dalam, saya pun sempat membatin, "Cakep juga, ya. Tinggi lagi." Imajinasi saya seketika buyar begitu saja saat ada penumpang lain yang meminta saya bergeser dari lorong kabin agar dia bisa melintas.

Sang pramugari tak kunjung membantu saya yang sedari awal masih mematung. Mungkin dia sadar betul jika yang akan dihadapi adalah emak-emak. Dia masih saja asik dengan memanjakan kopernya. Sementara saya masih setia menunggu.

Tidak lama berselang, sang pramugari menghampiri. Saya menjelaskan bahwa kursi saya diduduki orang lain. Lantas, dia meminta sang ibu untuk pindah ke kursi yang seharusnya, tapi perintah itu ditolaknya. Beliau masih terus bertahan dengan pendiriannya.

Sang pramugari pun akhirnya menyerah tanpa syarat, lantas meninggalkan saya yang masih gundah-gulana. Tidak ingin menyerah, saya masih membujuk beliau agar bersedia duduk sesuai nomor kursi masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun