Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"Match Worn Jersey", Begini Takdir Kostum Bekas Pemain

30 November 2020   03:02 Diperbarui: 30 November 2020   20:49 1593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jersey kapten tim Liverpool, Jordan Henderson. | Twitter Liverpool FC News @LivEchoLFC

Barang bekas tak selamanya lebih murah. Jersey bekas pemain sepak bola, misalnya, yang justru makin mahal setelah terpapar keringat....

Kostum menjadi bagian tak terpisahkan dalam sepak bola, karena tidak seorang pesepak bola pun yang cukup gila untuk bertanding tanpa mengenakan busana.

Sebagaimana barang antik lainnya, jersey memiliki nilai historis yang menandai perjalanan klub sepak bola. Kemunculan kostum sendiri memiliki sejarah panjang, mulai dari era Victoria hingga masa kini.

Sepak bola modern secara global pertama kali dikodifikasi pada 1863 di London, Inggris. Awalnya, tidak ada peraturan khusus mengenai jersey pemain. Mereka bebas mengenakan kostum apapun yang dipadukan dengan topi, syal, atau ikat pinggang berwarna mencolok sebagai pembeda antar tim.

Pemain Royal Engineers FC (1872) mengenakan jersey berbahan wol, celana knickerbockers, kaos berlengan panjang, dan topi. | Historicalkits.co.uk
Pemain Royal Engineers FC (1872) mengenakan jersey berbahan wol, celana knickerbockers, kaos berlengan panjang, dan topi. | Historicalkits.co.uk
Kala itu jersey pemain lebih mirip kostum musim dingin. Selain terbuat dari kain wol yang berbobot cukup berat, beban yang harus dipikul pemain pun semakin bertambah karena mereka juga memakai celana knickerbockers serta kaos lengan panjang. Alangkah beratnya perjuangan mereka kala itu jika harus bermain dalam kondisi hujan lebat.

Dengan pesatnya kemajuan industri tekstil pada abad ke-19, kain katun terlahir dan mulai dipakai sebagai bahan utama jersey. Bobot kostum pun menjadi lebih ringan dan telah dilengkapi dengan kerah serta nomor punggung pemain.

Sekira tahun 1950, bahan sintetis ditemukan dan digunakan sebagai bahan pembuatan jersey sepak bola. Emblem, logo klub, serta model kerah V-neck pun mulai diperkenalkan. Hingga pada 1970, jersey replika mulai dijual kepada para penggemar.

Tak lama berselang, produsen sportwears mulai bermunculan seiring dengan pertumbuhan sepak bola di seluruh dunia. Lantas pada 1980, konsep sponsor yang tercetak di jersey digunakan untuk menunjang kegiatan operasional klub.

Sejak akhir abad ke-19, model jersey sudah banyak mengalami perubahan dan inovasi. Dari yang serba longgar dan tertutup pada masa awal, hingga serba mini di era 1960-an hingga 1990-an.

Setelahnya tren jersey kembali ke model longgar. Di era kejayaan pemain seperti Roberto Baggio dan Frank de Boer, jersey tampak kedodoran dibandingkan dengan era sebelumnya yang serba mini. Tren jersey lagi-lagi mengalami perubahan di era milenium yang umumnya menjadi slim-fit (ketat).

Memasuki abad ke-21, teknologi jersey semakin canggih. Bahan mesh polyester dan dri-fit mulai dipakai yang dipadukan dengan sistem ventilasi melalui panel berongga atau berlubang pada kostum.

Brand apparel ternama dunia berlomba-lomba dalam menginovasikan teknologi canggih pada kostum dengan melibatkan tim dan riset bernilai jutaan dolar AS.

Taruhlah Nike, yang menggunakan sampah botol plastik daur ulang untuk membuat bahan polimer. Mereka memakai 8 botol plastik untuk membuat satu buah jersey. Inovasi mereka berlanjut hingga lahirlah jersey berteknologi Aeroswift yang dapat "bernafas" dan memenuhi unsur estetika.

Tidak mau kalah dengan sang rival, Adidas juga turut berinovasi lewat teknologi adiZero dan ClimaCool untuk membuat jersey lebih ringan serta memiliki sirkulasi udara yang lebih baik.

Sementara itu, Puma tengah mencoba memecah dominasi Nike dan Adidas lewat fitur PWR ACTV. Inovasi tersebut diklaim dapat mengembalikan kondisi otot dan memulihkan stamina melalui sistem kompresi.

Di Indonesia sendiri, awalnya teknologi jersey tidak dipandang sebagai hal yang serius. Para produsen dan klub lebih fokus membuat desain jersey semenarik mungkin sehingga bisa laris dijual.

Namun, seiring waktu, para produsen sportwears lokal mulai memikirkan hal itu. League, misalnya, dengan teknologi Quick Dry yang membuat jersey cepat kering, anti-odor (bau), serta breathable.

Sementara Superior mengusung sistem Super Dry sebagai teknologi di jersey mereka dan MBB yang mensponsori Arema memiliki teknologi Z Dry.

Di era industrialisasi sepak bola, produsen jersey melebarkan sayap bisnisnya lewat kontrak kerja sama dengan klub-klub. Mereka akan memasok kebutuhan jersey pemain selama kompetisi berlangsung.

Lazimnya, brand apparel akan memberikan jatah beberapa helai jersey baru untuk seorang pemain per musim. Namun, selama jersey masih layak pakai, maka akan dicuci dan dikenakan lagi dalam laga selanjutnya. Jersey didesain agar bisa dikenakan sampai 50 kali fase cuci-pakai.

Setiap tim profesional pasti memiliki seorang kit man yang bertugas dalam menyiapkan beragam perlengkapan pemain, termasuk jersey. Selain itu, mereka juga bertugas mengumpulkan jersey para pemain sehabis dipakai untuk kemudian dicuci.

Sebelum pertandingan dimulai, kit man telah terlebih dulu berada di dressing room. Biasanya, mereka akan menyiapkan beberapa helai jersey pemain untuk berjaga-jaga apabila mengalami kerusakan selama bertanding.

Selain itu, kostum cadangan juga berguna kala para pemain diharuskan mengganti jersey mereka yang sudah basah, baik terkena air hujan maupun keringat, agar mereka tetap kering dan nyaman saat bermain.

Sebuah hal yang lazim di dunia sepak bola ketika menyaksikan pesepak bola bertukar kostum usai pertandingan. Tidak jarang pula mereka langsung melemparkan jersey kepada para penggemar di tribun usai bertanding.

Tidak hanya penggemar, para pemain pun hobi mengoleksi jersey bekas milik pemain-pemain lain, baik kostum dari rekan setim ataupun tim lawan.

Jika para pemain sudah kehabisan jatah kostum, baik karena ritual pertukaran jersey (swap shirt) dengan pemain lawan maupun diberikan kepada penggemar, maka biaya jersey akan dibebankan kepada pemain dengan memotong gaji.

Bagi pemain top Eropa, hal itu tak pernah menjadi perkara sulit. Dengan gaji sekitar 40 ribu paun per pekan (Premier League), menebus jersey seharga 100 paun tidak akan mengancam kondisi finansial mereka sedikitpun.

Ruang ganti Liverpool. | Twitter Liverpool FC News @LivEchoLFC
Ruang ganti Liverpool. | Twitter Liverpool FC News @LivEchoLFC
Sementara di mata para penggemar sepak bola, mengenakan jersey merupakan simbol kecintaan dan bentuk dukungan terhadap klub yang mereka idolakan.

Mereka mengasosiasikan dirinya dengan klub atau dengan pemain idolanya lewat jersey yang mereka kenakan. Para penggemar bahkan rela merogoh kocek lebih dalam untuk mengoleksi jersey tim jagoannya dari edisi terbaru hingga yang lawas dan yang langka di pasaran.

Ketika Kementerian Perdagangan mulai menerapkan regulasi larangan impor pakaian bekas, para kolektor kostum (vintage) Indonesia pun merana.

Pasalnya, beberapa jersey klub vintage diperoleh kolektor Indonesia dari luar negeri (impor). Tentu saja second hand (bekas). Namun, bukan berarti nilainya menjadi berkurang.

Di mata para kolektor, sebagaimana memorabilia dan barang koleksi lainya, jersey memiliki nilai historis yang sangat tinggi yang menandai riwayat panjang pemain maupun klub sepak bola.

Jersey menjadi salah satu barang yang tidak turun nilainya meski sudah pernah dikenakan, terutama jika yang mengenakan adalah pesepak bola papan atas. Alih-alih turun, nilai historis dan harga jualnya justru menjulang tinggi di pasaran.

Jersey bukan hanya sekadar barang koleksi, melainkan juga sarana investasi. Harga sebuah jersey bisa naik berkali lipat dari harga semula, terutama jika jersey tersebut terhitung langka.

Septo Riza, salah seorang kolektor, membeli jersey tim Belanda yang digunakan pada Piala Dunia 1988. "Jangan kaget, saya beli jersey itu cuma sekitar Rp200.000," kenang dia, seperti dikutip dari Kontan.

Setelah sekitar sebulan memilikinya, ada orang yang tertarik membeli jersey timnas De Oranye tersebut. Singkat kata, Septo pun melepas jersey tersebut seharga Rp 3,4 juta. Luar biasa!

"Match worn jersey", begitu para kolektor menyebut jersey yang sudah pernah dikenakan oleh pesepak bola ternama dalam sebuah pertandingan.

Faktor "keringat" itulah yang justru mendongkrak nilai dan harga sebuah jersey. Ditambah dengan siapa dan momentum pertandingan apa kostum tersebut dikenakan.

Semakin tinggi profil pemain dan ajang yang diikuti kala jersey itu dikenakan, maka akan semakin tinggi nilai dan harganya di mata para kolektor. Begitu halnya jika semakin tua umur jersey, maka akan semakin mahal pula.

Ada sebuah fenomena unik yang menggambarkan begitu bernilainya keringat seorang pesepak bola papan atas, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Andik Vermansyah.

Eks pemain Persebaya itu tertimpa durian runtuh ketika David Beckham mengajaknya bertukar jersey usai laga persahabatan timnas Garuda Selection versus LA Galaxy di Stadion GBK pada tahun 2011 silam.

Dalam kesempatan lain Andik mengaku, kostum LA Galaxy bernomor punggung 23 yang basah oleh keringat Beckham itu tidak akan pernah ia cuci. Pun tidak akan pernah menjualnya. Berapapun harganya! Hal itu menandakan betapa bernilainya match worn jersey pesepak bola top dunia.

Selain sebagai koleksi pribadi, jersey juga acapkali dijadikan media penggalangan dana untuk gerakan sosial. Para pemain menghibahkan kostum mereka untuk kemudian dilelang dan hasilnya akan digunakan sebagai donasi.

Sebuah rekor dunia terpecahkan pada Maret 2002 dalam sebuah lelang di London ketika jersey yang pernah dikenakan salah satu legenda hidup sepak bola ditawarkan kepada publik.

Jersey bernomor punggung 10 milik legenda Brasil, Pele, menjadi kostum sepak bola "bekas" termahal yang pernah dijual dalam sejarah. Jersey itu terjual seharga 157.750 (sekitar Rp3 miliar) di Christie's London pada 27 Maret 2002.

Uniknya, bukan Pele sendiri yang melelang jersey miliknya itu, melainkan mantan bek Italia, Roberto Rosato, yang saat itu bertukar jersey dengan Pele pada akhir pertandingan.

Selebrasi Pele saat mencetak gol ke gawang Italia di final Piala Dunia 1970. | (Reuters Action images/MSI) via Scroll.in
Selebrasi Pele saat mencetak gol ke gawang Italia di final Piala Dunia 1970. | (Reuters Action images/MSI) via Scroll.in
Jersey tersebut masih memiliki noda rumput dari laga final Piala Dunia 1970, di mana Pele mencetak gol pembuka kemenangan 4-1 Brasil atas Italia di hadapan 107,000 penonton yang mamadati Estadio Azteca, Meksiko.

Suatu barang terlampau berharga yang bahkan tidak dapat tergantikan oleh materi karena sarat akan nilai historis. Barang pemberian mantan, misalnya. ;)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun