Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Partai Sepak Bola: Penetrasi Politik dari Titik Dua Belas Pas

9 September 2020   00:21 Diperbarui: 9 September 2020   10:18 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekompakan mereka berempat sebagai punggawa Timnas nampaknya tidak berhenti hanya sampai di atas lapangan saja karena keempatnya gagal menjadi anggota legislatif di Dapil-nya masing-masing.

Kiranya konflik antara dua kelompok bisnis yang berafiliasi politik Nirwan Bakrie dan Arifin Panigoro menjadi puncak dari kebobrokan PSSI. Hal ini juga menegaskan posisi sepak bola hanya sebagai kendaraan politik bagi pihak-pihak pemilik konflik kepentingan.

Dualisme kepimpinan tersebut menjadi catatan kelam bagi otoritas sepak bola negeri ini. Saat itu kompetisi liga harus terpecah menjadi dua kubu, sehingga sanksi dari FIFA pun tak bisa dihindari.

Politisasi sepak bola Indonesia tidak selalu buruk

Di awal-awal kelahirannya, sepak bola disambut gegap gempita oleh rakyat Indonesia dan dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Nusantara.

Bahkan, menurut sejarawan tersohor JJ Rizal, sepak bola Indonesia pada awal abad 20 telah menjelma menjadi sebuah ideologi baru. Paham sepak bola atau sepakbolaisme mampu bersaing ketat dengan ideologi yang terlebih dahulu lahir seperti fasisme, nasionalisme, komunisme, dan sosialisme.

Sebenarnya sejak masa perjuangan kemerdekaan, sepak bola sudah menjadi sebuah panggung politik. Namun, saat itu olahraga paling populer di dunia tersebut dimanfaatkan sebagai media penyebar semangat persatuan dan perjuangan seperti yang ditunjukkan oleh Soekarno. Bukan sebagai ajang politik praktis seperti yang dipraktikkan dewasa ini.


PSSI sebagai otoritas tertinggi sepak bola negeri ini juga terlahir dari semangat yang sama. Diprakarsai oleh 7 kelompok pemuda (Bond) dari daerah-daerah, lahirlah Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia di Yogyakarta pada 19 April 1930. Bond merupakan organisasi pemuda yang melakukan kegiatan politik dan olahraga di zaman Hindia Belanda.

Kisah mesra politisi dengan sepak bola yang paling tersohor adalah kedekatan MH Thamrin dan Otto Iskandar Dinata dengan klub mereka cintai. Persija dan Persib menjadi jalan bagi keduanya guna meneruskan semangat Kongres Pemuda atau yang kelak dikenal dengan semangat Sumpah Pemuda.

Ada pula Tan Malaka yang menganggap sepak bola sebagai alat perjuangan. Selain itu, kisah serupa juga mengemuka di kalangan tokoh-tokoh bangsa lainnya seperti Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, hingga Dr. Soetomo yang seluruhnya gila bola.

Faktanya, sepak bola dan politik berbagi banyak kesamaan. Keduanya sama-sama menciptakan sebuah identitas. Selain itu juga melahirkan harapan, kompetisi, dan perselisihan.

Jika memang politik mustahil dipisahkan dari sepak bola, maka harus ada formula yang mengatur takarannya, agar peran politik tidak menggerus sisi sportivitas dalam tubuh sepak bola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun