Mohon tunggu...
Kiki Handriyani
Kiki Handriyani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, Pegiat Literasi Digital, ibu dua anak.

Penulis freelance, Founder Blogger Mungil (Blogger Mungil), Kontributor di media online. Sudah menerbitkan beberapa buku. Buku solo terbit 2010 yaitu sebuah novel "Jadikan Aku Yang Pertama", kemudian buku antologi bisnis berturut-turut.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Athirah: Jaga Marwahmu, Perempuan

7 Oktober 2016   08:02 Diperbarui: 7 Oktober 2016   08:09 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"Amma menjadi pemenang dengan caranya sendiri"

Mau tahu bagaimana ketika sebuah janji lain dalam pernikahan terjadi diluar pagar rumah? Bagaimana perasaan istri ketika kepercayaan yang diberikan harus dibagi? Kenapa seorang lelaki harus mendirikan bangunan tanpa melengkapinya dengan lampu penerang yang cukup? Apa yang mendasari lelaki hingga berani melakukannya?

Ketegaran seorang perempuan tak akan pernah ada batasnya. Sebanyak apapun ujian yang datang, perempuan akan tetap mampu berdiri lagi. Walau hati hancur, airmata mengering bahkan hilang sudah rasa di hati. Entah apa yang Tuhan tiupkan ke dalam ruh perempuan ketika diciptakan hingga perempuan mampu bertahan. Tak ada yang perlu hilang, hanya terkadang harus sesuatu yang baru, yang datang untuk menguji keimanan dan ketegaran perempuan.

Inilah intisari dari film ATHIRAH, sebuah film yang diangkat dari buku berjudul sama. Buku dan film yang mampu mengobrak-abrik egoisme sebagai perempuan dan istri. Bagaimana tidak hancur perasaan istri ketika mengetahui suaminya menikah diam-diam? Ketika sebuah kepercayaan yang seharusnya dijaga harus dipatahkan karena sebuah alasan? Lagi-lagi perempuan (termasuk saya) harus belajar dari Athirah. Bagaimana ketika ada perempuan lain, Athirah lebih banyak diam. Diam dalam kesendiriannya dan berfikir bagaimana caranya agar asap dapur tetap terjaga.

Athirah mampu menunjukkan bagaimana seharusnya sikap perempuan ketika terjadi poligami. Marah? Jelas, perempuan adalah makhluk yang mengandalkan perasaan ketika berfikir. Sensitif karena merasa dikhianati, menangis karena harus berbagi dengan yang lain. Namun, Athirah tidak menunjukkan sikap marah diluar nilai-nilai agama dan budaya. Athirah begitu menjunjung tinggi marwahnya sebagai istri yang harus tetap menjaga kehormatan suami. Tetap senyum karena menjaga marwahnya sebagai seorang ibu. Dan tetap santun pada lingkungan, menjaga marwahnya sebagai masyarakat yang kental dengan nilai budaya Timur. Athirah mampu menunjukkan sebuah sikap lembut namun tegas, tanpa marah yang ditunjukkan dengan sikap brutal. Sikap yang seharusnya dimiliki perempuan, apapun kondisinya. Inilah sebuah contoh nyata bagaimana perempuan harusnya menunjukkan emosinya.

Athirah hidup di kota kecil namun cara pandang dan prinsipnya sangat visioner. Tak perlu berlarut-larut dalam kesedihan. Ada anak yang menunggu kasih sayang ibunya, ada suami yang tetap membutuhkannya sebagai istri, sebesar apapun kesalahan suami. Athirah mampu memanfaatkan kemampuannya untuk bangkit menjadi saudagar yang menghidupi orang banyak. Mampu menjadi payung bagi suami dan anak-anaknya.Mampu menjaga pemenang dengan caranya sendiri.

Film yang baik berasal dari naskah dan tim kerja yang baik. Inilah sebutan yang pantas untuk film Athirah karya sutradara Riri Rizal. Berapa banyak film dengan latar belakang kebudayaan daerah mampu mendapat respon begitu besar? Athirah berhasil membuktikan bahkan film dengan kekayaan lokal ternyata mampu mengangkat nilai-nilai budaya Indonesia ke pentas dunia.

Film ini akan diikutsertakan dalam tiga festival besar, yaitu Tokyo International Festival Film, Vancouver International Festival Film, dan Busan International Film Festival. Apa menariknya film Athirah hingga membuat produser sekaliber Mira Lesmana membuat film ini?Apa kekuatan film dengan latar belakang budaya Bugis ini hingga begitu diapresiasi oleh khalayak ramai?

Ternyata dua jempol saja tidak cukup untuk film Athirah. Sepanjang film saya melongo karena baru kali ini saya menonton film dengan latar budaya Bugis yang jarang saya ketahui. Sepanjang film entah sudah beberapa kali saya mengusap airmata. Mendadak jadi lebih sensitif karena inilah film yang mewakili perasaan perempuan, apapun statusnya. Sebenarnya inti cerita filmnya sederhana, tentang perjalanan pernikahan pasangan sami istri.

Tapi justru tidak jadi sederhana karena sepanjang durasi film, penonton dimanjakan dengan soundtrack musik yang...aduh,, tidak mampu saya lukiskan dengan kata-kata. Amazing. Baru kali ini saya menonton film budaya Bugis dan mendengar langsung musik Bugis itu seperti apa. Asli bengong dan kagum. Rasanya telinga enggan menutup ketika lagu dengan bahasa daerah menyapa. Apapun jenis musik kesukaan Anda, pasti akan setuju dengan saya kalau soundtrack film ini benar-benar harus diberi nilai 1000. Salut untuk penata musiknya.

Film ini sarat makna, jadi kosongkan hati dan pikiran dari sikap negatif pada poligami. Fokus saja pada nilai dan pesan yang disampaikan ya. Film ini sudah tayang mulai tanggal 29 September 2016, ajak pasangan agar semakin menguatkan nilai dan esensi pernikahan. 

Salam #SejutaSemangat Demi Film Indonesia :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun