Mohon tunggu...
kidung alam
kidung alam Mohon Tunggu... -

Bersama alam, menyenandungkan kidungnya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hanya Sebuah Kisah: Elang - 2

14 April 2014   13:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:42 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bagai seorang pengembara,
telah dilaluinya banyak negeri,
jurang, ngarai, laut, selat, pelosok, pedesaan
dan terutama perkotaan.
Di pusat-pusat keramaian.
Dari satu tempat ke tempat lain, dari satu daerah ke daerah lain.
Telah ditemuinya berbagai corak ragam manusia.
Telah dilihatnya baik secara dekat maupun dari jauh.
Telah dilihatnya beragam corak warna, dan juga diketahuinya banyak persamaanya.

Ditelusuri dan dipelajarinya alur kehidupan,
dari manusia-manusia yang ditemuinya.
Seolah dia ingin mencari sesuatu,
namun dia sendiripun tak tahu apa yang dicarinya,
ingin dia bertanya
namun dia tak tahu dari mana dia mulai bertanya
dan kepada siapa dia ingin bertanya.
Dia kehausan akan sesuatu,
namun dia tak tahu apa yang diinginkannya.
Yang disadarinya hanya satu,
dia tak punya arah,
dia tak tahu kemana arahnya,
seperti elang yang melayang terbawa angin.

Kemana angin berlalu
disitu dia terbawa
akan kemana
biarlah waktu yang menjadikannya sejarah

Sekian banyak manusia yang kini dilihatnya seperti memendam hal yang sama,
kedukaan,
himpitan hidup,
kesulitan,
nestapa,
tak tahu arah tujuan.
Dalam terpaan dan derita kehidupan sehari-hari.
Seolah sudah kehilangan kesadaran
atau berubah kesadaran menjadi robot-robot industri.
Inikah yang disebut manusia?.

Dia termenung,
sedih,
berduka.
Ada sesuatu yang hilang dalam dirinya,
dan juga dalam diri sebagian besar manusia yang dilihatnya,
Yang hilang adalah hatinya.
Dia telah kehilangan hati
karena tertutup jelaga hitam yang sangat sulit dihilangkan.

dalam keredupan matanya
yang terlihat adalah tubuh-tubuh rapuh
berjalan tanpa jiwa
bergerak tanpa rasa
sebuah kehidupan tanpa hati
bagai merayap dalam kegelapan
yang diinginkan adalah sebatang lilin
yang menerangi langkah mereka
lilin harapan
sebuah kehidupan yang lebih baik

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun