Mohon tunggu...
Mas
Mas Mohon Tunggu... Freelancer - yesterday afternoon a writer, working for my country, a writer, a reader, all views of my writing are personal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances— Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tak Perlu Menunggu 2045, Pandemi Covid-19 Masa Kesepian

20 Desember 2021   15:34 Diperbarui: 20 Desember 2021   22:52 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thechicagoschool.ed

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membayangkan teknologi digital nantinya akan memunculkan dunia virtual yang proses di dalamnya serba cepat serta memiliki engagement secara personal. Di bayangannya dunia itu berbeda dengan dunia realitas. 

"Saya khawatir 2045 banyak orang kesepian juga. Karena mereka tidak bisa masuk ke dunia 3 dimention virtual world, dia left out di dunia reality dan kemudian dia enggak bisa enggage. Ini hal yang perlu kita lihat," ujar Sri Mulyani dalam Indonesia Fintech Summit 2021, Sabtu, 11 Desember 2021.

Saya mengutip pertanyaan Kompasiana apa yang akan kamu lakukan jika kesepian yang diramalkan Bu Sri Mulyani benar-benar terjadi di tahun 2045? Adakah rencana yang sudah kamu siapkan untuk menghadapi kondisi tersebut? 

Admin Kompasiana dan Bu Ani, dulu orang tua selalu melarang saya duduk terlalu dekat dengan TV ketika masih kecil. Kenyataannya, dari bioskop, TV, laptop, hingga perangkat seluler, kita semakin dekat dengan layar yang lebih pribadi, lebih terhubung, dan lebih imersif---yang lebih dekat ke mata kita. 

Banyak orang berpikir dunia terbagi menjadi dua kelompok: mereka yang berpikir virtual world akan mengubah segalanya dan mereka yang belum mencobanya. 

Saya yakin ada banyak orang yang belum melihat kekuatan teknologi transformatif. Dalam bidang game, awal perjalanan mereka mengikuti Google Cardboard. Perangkat yang disinkronkan dengan sebuah smartphone. Perangkat yang memiliki akses mudah untuk bereksperimen dengan dunia virtual. 

Pada 15 September 2015, "Project Morpheus" diubah namanya secara resmi menjadi PlayStation VR (Virtual Reality).  VR (lebih dari teknologi lain yang pernah kita kenal) adalah janji konseptual yang tidak jelas, bukan spesifikasi. 

Bukan seperti persyaratan pasti TV 4K, atau spesifikasi fisik DVD, VR lebih merupakan kumpulan teknologi, perangkat keras, perangkat lunak, dan sistem yang secara luas dibatasi oleh asumsi dan harapan daripada apa pun yang lebih bermakna. 

Masa depan adalah tentang manusia, bukan teknologi virtual. Pengubah permainan masa depan manusia, setiap diri untuk mempersiapkan sumber daya masa depan dengan pengetahuan dan keahlian terbaik, bukan sistem produksi yang paling otomatis dan berteknologi tinggi. 

Pandemi Covid-19 dengan segala variannya memaksa bisnis untuk berubah dengan cepat, perencanaan masa depan dan fokus yang berpusat pada setiap orang adalah kuncinya. Tren lain yang saya lihat semakin cepat adalah peran ilmu perilaku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun