Mohon tunggu...
Darman Eka Saputra
Darman Eka Saputra Mohon Tunggu... Guru SDN Sukaresmi Cikalongkulon

Guru SD, petani, belajar menulis, tinggal di lereng Sanggabuana

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Stasiun Palmerah 6.18

27 September 2025   06:33 Diperbarui: 27 September 2025   06:32 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Stasiun Palmerah 6.18

Di rel-rel besi yang dingin,
kereta datang membawa wajah letih,
orang-orang berdesakan, berlari,
mengejar waktu yang tak pernah ramah.

Di sudut dinding stasiun,
poster janji masih terpaku rapi---
tentang pembangunan, tentang rakyat,
tentang sejahtera yang hanya hidup di spanduk.

Ah, para penguasa duduk nyaman di gerbong eksekutif,
dengan kursi empuk dan kopi impor,
sementara kami berdiri, terhimpit napas,
membayar tiket dengan keringat yang tak pernah cukup.

Stasiun ini saksi bisu,
betapa suara rakyat cuma gema di pengeras,
diperdagangkan tiap musim pemilu,
lalu dibuang seperti karcis usang.

Kekuasaan itu rakus,
menelan relung harapan hingga habis,
sementara kami---penumpang setia kehidupan---
hanya menunggu kereta yang tak pasti tiba.

Jam 6.18, Palmerah,
di sini kesenjangan tak perlu diumumkan,
ia terlihat di kursi kosong yang tak bisa kami duduki,
dan di dompet tipis yang tak sanggup beli mimpi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun