Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pesan Moral dan Cermin Sejarah Memilih Kontestan Pilkada

23 Oktober 2020   16:50 Diperbarui: 24 Oktober 2020   19:16 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada akhirnya, KPUD harus menetapkan para calon Pilkada setelah masing-masing bakal calon memenuhi persyaratan admistratif. Mungkin saja, ada dua tipe calon yang lolos, pertama, "calon perwakilan independent" dan "calon usungan partai politik".

Perhelatan pesta demokrasi lima tahunan ini, bisa saja tidak penting bagi sebagian besar masyarakat di masa-masa sulit menghadapi pandemic Covid-19 dan keterpurukan ekonominya. Tetapi tidak bagi KPUD dan para calon kontestan beserta tim suksesnya.

Paska pemilu kepala daerah (Pilkada), secara politik aspirasi rakyat tergadaikan rentang lima tahun kedepan kepada Bupati, Walikota dan Gubernur terpilih. Sedangkan keputusan menentukan calon pemimpin pilihannya, hanya 10 menit dalam bilik yang menjadi saksi bisu.

Pilihan calon kepala daerah seperti apa yang bisa menggaransi secara konsisten aspirasi yang terlanjur rakyat titipkan? karakter pemimpin yang bagaimana agar bisa tegas dan tidak tersandra transaksi politik partai maupun kelompok tertentu? dan latar belakang calon seperti apa yang mampu melakukan lobby pihak luar (pemerintah pusat, DPR, jaringan pasar dan investor) untuk membuka peluang lapangan kerja?

Pertanyaan sekaligus jawaban di atas menjadi penting, agar tidak salah dan menyesal menggunakan hak pilihnya dalam gelaran Pilkada di penghujung tahun 2020 ini.

Alternatif Calon Kontestan

Menghadapi situasi politik dalam negeri, kondisi ekonomi nasional-global yang sedang krisis, dibutuhkan karakter pemimpin yang kuat, tegas, aspiratif dan kreatif menciptakan lapangan kerja.

Mampu merevitalisasi dan optimalisasi potensi sumber daya alam, membangun jaringan pelaku pasar untuk hasil komoditas lokal, hingga mendatangkan investor, harus menjadi program prioritas kepala daerah terpilih.

Karakter pemimpin daerah di atas, mensyaratakan sosok berwatak wirausaha yang bermental politikus. Era kekinian, mengelola negara atau daerah, idealnya mampu merespon tuntutan global, perlu modifikasi strategi pendekatan pembangunan, tanpa harus mengorbankan nasionalisme.

Kepala daerah yang dipilih, harus mampu melakukan restrukturisasi birokrasi dan finansial daerah secara inovatif melalui (1) tata Kelola birokrasi, (2) peningkatan sektor ekonomi ramah lingkungan dan berkelanjutan, (3) perlindungan lingkungan, dan (4) pendekatan sosial (partisipasi masyarakat).

Kesemua persyaratan itu, harus terpenuhi dan dilakukan kepala daerah terpilih, sebagai garansi mendapat kepercayaan dan dukungan masyarakat, maupun kepercayaan investor dengan investasi yang akan masuk ke daerah.

Untuk mendukung dan realisasi visi-misi kebijakannya, kepala daerah harus memastikan seluruh aparat sipil negara (ASN) dan warga masyarakatnya, berkarakter visioner berbasis "Tri-Ideologi" sebagai representasi dari nilai dan semangat "Nasionalis-Religius-Responshif".

Tafsirnya, sebuah kecintaan dan kepedulian kepada bangsa-negara yang pluralis, yang siap menghadapi dinamika tatanan global dengan kesantunan sosialnya sesuai ajaran agama dan keyakinannya, sehingga bisa menerima dan berkompromi dengan masuknya budaya dan investasi asing, tanpa harus melupakan/meninggalkan tata nilai dan budaya para leluhurnya.

Kalkulasi politik implikasinya dengan konsistensi para calon, memang tidak beda dengan masa sebelumnya. Kecenderungan inkonsisten, karena berbagai alasan dan penyebabnya.

Dugaannya, mungkin sibuk mengembalikan modal pinjaman, atau menghadapi transaksi politik jabatan dengan kelompok tertentu, maupun praktik penyandraan politis dari partai politik maupun anggota legislatif.

Penyikapan agar kekecewaan sejarah tidak terulang, idealnya karakter dan tipe calon seperti apa yang layak dipilih? Meski tidak ada garansi politik yang bisa menjamin, minimal ada rambu sebagai referensi sebelum menentukan dukungan politik calon pilihannya.  

Patut diperhitungkan untuk calon perwakilan independen sebagai alternatifnya. Meski tidak ada jaminan dan kepastian politis, minimal tidak seberat beban para calon yang diusung partai politik dengan dugaan membayar mahar politik, beserta biaya operasional mesin politik partai untuk memenangakan kontertasi Pilkada.

Sebagai calon perwakilan independen, selain mampu memobilisir konstituen dan simpatisan pendukungnya, kemungkinan terbebas dugaan praktik politik uang. Bahkan juga terbebas praktik transaksi politik jabatan hingga transaksi projek dengan pihak tertentu.

Implikasinya dengan rambu dan referensi politik ini, kalkulasi kemungkinan untuk calon yang memenuhi kriteria, pilihan pertamanya tipe calon dari perwakilan independent. Mengapa? Minimal terbebas dari beban politik transaksional dengan pihak manapun.

Sedangkan pilihan kedua, kepada calon pengusung partai politik tanpa beban mahar. Mengapa? Jika calon usungan partai yang disertai mahar politik, diduga selama menjabat akan disibukkan dengan transaksional politik dengan implikasi pendapatan pribadinya.

Konsekwensi Politik Uang

Untuk merealisasikan kepemimpinan dengan capaian ideal di atas, mensyaratkan kemenangan calon kepala daerah melakukannya dengan cara elegan. Selain masyarakat sudah kecewa karena inkonsisten janji politik sebelumnya, jangan ada lagi praktik politik uang. Anak dan istri serta keluarga terdekat berikut para kerabat maupun tim sukses, akan menanggung beban (dosa, moral, harga diri) atas kecurangan yang terjadi.

Tidaklah berkah dengan segala yang diperoleh, karena Tuhan tidak pernah tidur, selalu mendengar doa-doa kaum tertindas akibat perbuatan curang. Kemewahan saat berkuasa, akan mewariskan malapetaka bagi keturunan dan keluarga terdekatnya kelak.

Sejumlah uang dengan nilai relatif memang dibutuhkan masyarakat dengan kondisi tertentu. Akan tetapi, jangan ajari mereka melakukan perbuatan tidak etis, sebagai bentuk lain praktik suap, sehingga menciderai martabat dan harga diri mereka.

Andaikata calon tersebut memenangkan kontestasi, sejatinya kepemimpinannya sedang ditopang sebagian masyarakat yang bermental pragmatis, oportunis, tidak bermoral, dan tidak punya harga diri akibat perbuatan yang dilakukannya sendiri.

Karenanya, selama memimpin sebagai kepala daerah, setiap waktu warga masyarakatnya akan menagih janji yang pernah diucapkan. Mereka memanfaatkan dan memainkan momentum itu untuk menggalang resistensi public melawan kebijakan politiknya.

Pesan Moral Kontestan Terpilih

Limpahan potensi sumberdaya alam di tempat saudara memimpin, bisa paradoks antara "Berkah atau Musibah" bagi masyarakat itu sendiri. Untuk memastikan potensi tersebut menjadi berkah, dibutuhkan kemampuan seorang kepala daerah yang bijak, adil, tegas dan kreatif-inovatif.

"Memimpin adalah menderita" sebagaimana kata bijak H. Agus Salim. Memang, tidaklah mudah menjadi kepala daerah dalam sebuah negara-bangsa Indonesia yang pluralis-demokratis ini, jika tidak sabar menghadapi persolan berdimensi multi-perspektif.

Patut menghayati kata bijak KH. Ahmad Dahlan "Jangan suka menempatkan seseorang pada posisinya, tapi tempatkanlah diri saudara terlebih dahulu pada posisi yang benar". Pesan moral ini bisa ditafsirkan "Buktikan keteladanan lebih dahulu, sebelum menyuruh bertindak seperti yang dirimu harapkan".

Bersiaplah untuk bersikap dan bertindak menyimpang. Menjadi pembeda dengan kepala daerah umumnya, karena sudah berhijrah, memutuskan berbuat tanpa harus mengadili, merendahkan, menyalahkan lawan politik atau kelompok/institusi yang menjadi seterumu.

Kelak, kesabaran dan ketabahanmu selama memimpin, menjadi ujian kesejatian sesungguhnya. Ketika menjalankan tugas sebagai kepala daerah, lakukan seperti pesan dalam bait puisi sastrawan WS. Rendra, yang digubah menjadi bagian lirik lagu "Paman Doblang" seniman Iwan Fals :

Kesadaran adalah Matahari, adalah Matahari, .........  
Kesabaran adalah Bumi, adalah Bumi, .........  
Keberanian menjadi Cakrawala, .........  
Dan, Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.

Tetaplah menapak Bumi, selalu dengar dan rasakan makna dibalik desah suara nafas mereka mewakili keluh-kesah dan kebahagian wargamu dengan sabar dan takzim, siapapun latar belakang mereka.

Sampaikan apa yang ingin saudara katakan dan perbuat dengan jujur, tulus, santun, dan apa adanya, tentang niat hingga tindakan yang akan dilakukan bersama warga masyarakatmu, menuju cita dan harapan yang selalu mereka impikan dan selalu harapkan.

Jangan berfikir dan berharap sedikitpun pujian tentang segala yang saudara lakukan, karena keinginan itu hanya menjadikan dirimu menyesal dan sakit hati. Manusia hanya bisa berencana dan berbuat, tetapi hasilnya menjadi rahasia sang pencita alam semesta.

Untuk menghadapi semua lawan politikmu, lakukan seperti kata bijak Cut Nyak Dien "Dalam menghadapi musuh, tak ada yang lebih mengena daripada senjata kasih sayang". Pesan sosok perempuan pemberani dan pejuang ini sangat universal.

Bahkan, mungkin saja kata bijak Cut Nyak Dien menginspirasi Y.B. Mangunwijaya dengan kata bijaknya "Perang tidak bisa dimenangkan dengan emosi, tetapi perhitungan yang dingin" sebagaimana tertulis dalam novelnya yang berjudul "Burung-Burung Manyar".

Sekali lagi, ini adalah soal keteladanan. Tidak ada yang patut menjadi kebanggan setiap pemimpin sejati, jika tidak ada keteladanan. Memastikan diri lebih dahulu berbuat baik dan benar, jujur, santun dan kosisisten hingga bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Sebagai kepala daerah, tugas mulia dan terberat adalah berhasil mempengaruhi, mengorganisir, memahamkan, memobilisasi dan meyakinkan khalayak untuk berbuat dan berubah menjadi lebih baik, karena keinginan dan kesadarannya.

Sastrawan Ahmad Tohari menyadarkan kita dengan mengatakan "Bagaimana bisa, manusia tetap eksis ketika kemanusiaan telah mati? Mereka mengira dengan melampiaskan dendam maka urusannya selesai. Mereka keliru, dengan cara itu bahkan mereka memulai urusan baru yang panjang dan lebih genting. Di dunia ini, tak ada sesuatu yang berdiri sendiri. Maksudnya, tak suatu upaya apa pun yang bisa bebas dari akibat. Upaya baik berakibat baik, upaya buruk berakibat buruk".

Mungkin saja, kata bijak novelis Ahmad Tohari itu terinspirasi KH. Hasyim Asy'ari yang mengatakan "Jangan Jadikan perbedaan pendapat sebagai sebab perpecahan dan permusuhan. Karena yang demikian itu merupakan kejahatan besar yang bisa meruntuhkan bangunan masyarakat, dan menutup pintu kebaikan di penjuru mana saja".

Pada akhirnya, sebagai kepala daerah, memimpin dan pimpinlah warga masyarakatmu dengan segenap kerendahan hati :

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin, .....
Yang tegak di puncak bukit, ......
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
Yang tumbuh di tepi danau.

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, .....
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang, .....
Memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya, .....
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang, .......
Membawa orang ke mata air.

Tidaklah semua menjadi kapten
Tentu harus ada awak kapalnya....
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu, ....
Jadilah saja dirimu....
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri.

Sebagaimana bait-bait puisi berjudul "Kerendahan Hati" karya Taufik Ismail.

Penulis: Khusnul Zaini, SH. MM.  
Advokat dan Aktivis Lingkungan Hidup

[Bahan bacaan]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun