Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Content Strategist

Penikmati cerita (story) di berbagai platform • Suka menulis kreatif (creative writing) tema gaya hidup (lifestyle) dengan gaya (style) storytelling • Senang membantu klien membangun brand story • Personal advisor/consultant strategi konten untuk branding dan marketing • Ngeronda di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Film Conclave, Mementaskan Drama dan Intrik dalam Dua Panggung Tertutup

3 Maret 2025   19:13 Diperbarui: 4 Maret 2025   17:15 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masanya, dokter dan filsuf Yunani kuno yang dipandang sebagai Bapak Ilmu Kedokteran modern telah mengajukan premis bahwa setiap orang berbeda secara karakteristik dan perilaku.

Ia berkutat dengan teori bahwa perbedaan kepribadian pada manusia disebabkan oleh dominasi cairan tubuh tertentu. Menurutnya, ada 4 cairan utama yang memenuhi tubuh manusia dan memengaruhi kepribadiannya.

Seseorang dengan dominansi darah, menyebabkan dia patut diberi label sanguin. Jika dia dikuasai empedu kuning, maka layak masuk kotak berlabel kolerik. Dua lainnya adalah cairan empedu hitam berkontribusi menjadi sosok melankolik dan dominansi lendir menyebabkan flegmatik.

Apa yang membedakannya dengan para kardinal yang berada dalam istana isolasi? Sebagai tokoh-tokoh di level yang tinggi, pergulatan mereka adalah keberbedaan pandangan dan sikap. Dalam konteks konklaf di film ini adalah terbagi dalam diksi liberalis, konservatif, moderat, dan tradisionalis.

Itu sebabnya Conclave sebagai film berbasis cerita fiksi, bukan dokumenter kisah nyata, layak dinikmati sebagai refleksi diri kita semua dalam posisi saat ini dan bila tiba di level setingkat pada kardinal yang sedang bergulat dengan diri dan pilihannya masing-masing.

Dua Panggung dalam Gemuruh Pentas

Cerita untuk film ini, yang berasal dari novel karya Robert Harris dengan judul sama dan terbit pada 2016, sebenarnya sederhana saja. Inti cerita ini adalah mengisolasi sejumlah kardinal dalam sebuah istana dengan tugas memilih seorang pemimpin.

Melalui skenario (adaptasi) yang dibuat Peter Straughan yang mendapat ganjaran Piala Oscar 2025, sutradara Edward Berger menghadirkan dinamika yang intens sesuai tuntutan intensitas penceritaan yang menarik.

Drama dan intrik manusia-manusia "setengah dewa" dipentaskan sekaligus dalam dua panggung dengan gemuruh yang seolah tersekap dalam ruang sunyi dan dingin.

Pada panggung pertama, sutradara asal Jerman ini mengoptimal Kapel Sistina untuk mengadu kemampuan akting belasan aktor senior (secara pengalaman dan/atau secara usia) dalam memainkan kharisma.

Panggung kedua turut dimainkan adalah ruang terdalam bernama sanubari. Dalam relung-relung hati terhadap, berlangsung pula persidangan untuk menelisik nurani tiap-tiap sosok dengan ambisi yang terkemas rapi dalam penampakan.

Penonton dibuai dengan pesona gambar dan warna atraktif, melainkan dimanjakan dengan suguhan sunyi dan dingin dinding-dinding, tangga, pintu, dan temaram cahaya yang dimainkan di kedua panggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun