Kenalkan, aku Khulafaur Rosidin. Teman-teman bisa memanggilku Faur, Fafa, Fao, atau apa saja yang membuat kita lebih akrab. Saat ini aku berusia 24 tahun dan baru saja menyelesaikan studi S1 meskipun sempat mengalami gap year yang cukup panjang. Aku tinggal di Bojonegoro, tepatnya di Desa Sumberjokidul Kecamatan Sukosewu Kabupaten Bojonegoro, dan dari sinilah aku ingin berbagi pandangan tentang masa depan kita sebagai pemuda Indonesia.
Tahun 2026 bukan sekadar angka dalam kalender, melainkan sebuah struktur waktu yang sarat akan tantangan. Kita, para pemuda Indonesia, harus sadar bahwa peran kita begitu besar dalam menghadapi gejolak zaman. Republik ini sudah 80 tahun berdiri, dan generasi usia dua puluhan kini berada di garis depan untuk menjadi aktor perubahan dalam berbagai sektor yaitu fisik, nonfisik, maupun terapan. Menjadi pemuda di era ini adalah kenyataan yang tak bisa kita elakkan, karena sejarah telah menempatkan kita untuk menaklukkan dan memegang jalannya zaman.
Mengapa usia dua puluhan begitu penting? Karena di usia inilah semangat, kecakapan, dan keberanian berpadu untuk membangun rekonstruksi sosial serta memperbaiki lingkungan kehidupan. Kita tidak boleh mundur atau berhenti menghadapi tanggung jawab besar ini. Justru dari tangan kitalah cita-cita Indonesia 2045 akan terwujud: sebuah bangsa yang maju, adil, dan sejahtera berdasarkan sosialisme Indonesia.
Mari kita berjalan bersama untuk terus maju dan membangun Indonesia. Lewat pendidikan, kesehatan, dan kesungguhan tekad, aku yakin kemajuan bangsa ada di depan mata. Jangan remehkan usaha kecil, karena apa yang terlihat sederhana bisa menjadi pemicu perubahan besar di kemudian hari. Seperti kepakan sayap kupu-kupu di Tiongkok yang dapat menimbulkan badai di Amerika, perjuangan kecil kita hari ini akan berbuah manis di masa depan. Ingatlah, manusia yang tidak berguna bagi lingkungannya, sejatinya telah kehilangan arti kehidupan.
Para pendiri bangsa telah merangkai Indonesia di atas nilai gotong royong, sebagaimana Eka Sila yang dirumuskan Bung Karno. Prinsip berat sama dipikul, ringan sama dijinjing adalah bukti bahwa segala hal dapat dihadapi bila kita bekerja bersama. Kini, harapan itu berada di tangan kita, pemuda yang memikul amanat dari barat hingga timur, dari utara hingga selatan negeri ini. Maka lihatlah sekelilingmu, resapi, dan tanyakan pada dirimu sudahkah cita-cita pendiri bangsa itu terwujud?
Untuk menjawab tantangan itu, aku menawarkan tiga formula pembangunan diri bagi seluruh pemuda Indonesia yaitu Pendidikan, Kesehatan, dan Tekad. Tiga hal inilah yang aku yakini sebagai dasar sekaligus pemacu bagi generasi muda yang ingin menjadi bagian dari perubahan besar Indonesia.
Pendidikan adalah kunci pertama bagi pemuda untuk menjadi harapan bangsa. Ia bukan hanya milik usia belia, melainkan hak setiap orang sepanjang hayat. Bagi kawan-kawan yang baru memulai pendidikan di usia dua puluhan, jangan pernah merasa terlambat (kasep, kata orang Jawa). WHO bahkan memperkirakan usia harapan hidup manusia modern bisa mencapai 90 tahun, artinya kesempatan untuk belajar masih terbentang luas. Seperti pepatah mengatakan, belajar di usia muda ibarat mengukir di atas batu sedangkan belajar di usia tua ibarat mengukir di atas air.
Bagi pemuda yang telah menikah dan memiliki anak, pendidikan menjadi tanggung jawab untuk memastikan generasi berikutnya tidak mengulang penderitaan orang tuanya. Memberikan pendidikan yang baik bagi anak adalah warisan terbesar yang bisa ditinggalkan.
Sementara bagi kawan-kawan yang sedang atau telah menyelesaikan pendidikan formal, perjalanan tidak berhenti di bangku sekolah atau kampus. Teruslah belajar, mendalami ilmu, dan membagikannya kepada sesama. Semakin luas wawasan yang kita miliki, semakin sadar kita bahwa banyak hal yang belum kita ketahui. Seperti kata Descartes: "Cogito, ergo sum" aku berpikir, maka aku ada. Maka berpikir, belajar, dan membaca adalah napas yang tidak boleh berhenti selama kita hidup.
Pendidikan menajamkan logika, memperluas pengetahuan, melatih nalar kritis, dan membekali kita menghadapi tantangan zaman. Ia adalah modal utama untuk mengangkat martabat keluarga dari jerat kemiskinan, sekaligus jalan untuk membangun kesetaraan. Tak heran, konstitusi menegaskan kewajiban negara mengalokasikan 20% APBN untuk pendidikan.
Jangan pernah berhenti belajar. Membaca adalah kunci peradaban. Bukankah wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad adalah Iqra' "Bacalah" Dengan membaca, kita menyalakan obor pengetahuan yang akan menerangi langkah kita menuju masa depan bangsa yang maju dan berdaulat.
Kesehatan adalah formula kedua, penopang penting setelah pendidikan. Pepatah lama berkata, "di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat." Kita boleh cerdas, ber-IQ tinggi, bahkan menguasai banyak ilmu pengetahuan, tetapi tanpa tubuh yang sehat, langkah menuju kesuksesan akan terhambat.
Memiliki tubuh sehat adalah anugerah sekaligus privilege besar bagi manusia modern. Sayangnya, justru banyak pemuda hari ini yang terjebak pola hidup tidak sehat. Data WHO menunjukkan bahwa lebih banyak orang meninggal akibat minum Coca-cola dibandingkan karena perang. Pada tahun 2010, misalnya, terorisme menewaskan sekitar 7.696 jiwa di seluruh dunia, sementara obesitas dan penyakit terkait pola makan telah merenggut hampir 3 juta jiwa. Fakta ini membuktikan bahwa makanan dan minuman yang kita konsumsi bisa lebih berbahaya daripada peluru di medan perang.
Kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji, tinggi kolesterol, dan minuman bergula menjadi ancaman nyata. Lemak yang menumpuk dalam tubuh perlahan menyumbat pembuluh darah, menyebabkan gagal jantung, dan melemahkan generasi muda. Bagaimana mungkin pemuda bisa memimpin perubahan bila tubuhnya rapuh oleh gaya hidup tiak sehat?
Kesehatan harus menjadi kesadaran kolektif, bukan hanya urusan pribadi. Pemuda sehat berarti bangsa kuat. Dengan tubuh yang bugar, kita bisa bekerja, belajar, dan berjuang lebih maksimal. Inilah bagian dari pembangunan manusia Indonesia yang progresif, berdiri di atas prinsip gotong royong, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Selanjutnya menjadi kunci dan pelengkap untuk menjadi insan pemuda yang tahan banting dan ingat terhadap konsepsi awal kita memulai yaitu tekad, benar sekali tekad adalah benteng terakhir bagi pemuda agar tidak hanyut dalam arus zaman. Pemuda yang bertekad kuat bukan sekadar mengejar gelar, harta, atau posisi, melainkan memegang prinsip agar tidak terbelinger oleh kapitalisme yang merampas kemanusiaan. Kapitalisme mengajarkan hidup instan dan konsumtif, tetapi pemuda Indonesia harus ingat bahwa darah bangsa ini mengalir dari rakyat kecil petani, buruh, nelayan, kaum miskin kota yang setiap hari berjuang demi sesuap nasi. Tekad berarti keberanian untuk berdiri tegak bersama mereka, bukan di atas penderitaan mereka. Inilah tekad yang sejati, melawan ketidakadilan, menolak menjadi budak kapital, dan setia pada jalan gotong royong yang diwariskan para pendiri bangsa.
Dengan tekad yang teguh, pemuda Indonesia tidak akan goyah meski badai kapitalisme dan godaan zaman terus menghantam. Justru di tengah arus deras itulah, pemuda harus menjadi mercusuar yang memancarkan cahaya keberanian, keadilan, dan kesetiaan pada rakyat kecil. Tekad adalah bahan bakar perjuangan yang akan mengantarkan kita menuju Indonesia yang berdaulat, adil, dan sejahtera. Maka jangan pernah ragu untuk melangkah, jangan pernah takut untuk berbeda, sebab setiap langkah kecil dengan tekad yang murni akan menjadi jejak besar dalam sejarah bangsa.
Pemuda Indonesia di tahun 2026 harus menyadari bahwa tiga formula sederhana yaitu pendidikan, kesehatan, dan tekad adalah pondasi untuk menapaki masa depan bangsa. Pendidikan memberi kita ilmu dan nalar untuk menembus batas kebodohan, kesehatan menjaga tubuh dan jiwa agar kuat menghadapi tantangan sedangkan tekad adalah api yang menjaga prinsip agar kita tidak hanyut dalam arus kapitalisme dan lupa pada rakyat kecil. Dengan tiga formula ini, kita tidak hanya sedang menyiapkan diri, tetapi juga sedang memahat sejarah untuk Indonesia emas 2045. Indonesia yang berdaulat, adil, sejahtera, dan berdiri tegak di atas kaki sendiri. Maka, mari kita buktikan bahwa pemuda bukan sekadar generasi pewaris, melainkan juga generasi penggerak perubahan yang tak gentar memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI