Ada satu malam yang tak pernah padam dalam ingatanku.
Bukan karena bintangnya, tapi karena seseorang yang hidup di dalam gelapnya.
Ia seperti nyala yang menolak padam, kecil, tapi keras kepala.
Dan aku, entah sejak kapan, belajar membaca cahaya dari dirinya.
Ia tahu terlalu banyak tentang manusia;
tentang cara senyum bisa jadi jaring,
tentang tatapan yang bisa menjadi jebakan.
Ia lahir dari malam yang tak memberi banyak pilihan selain bertahan.
Dan untuk bertahan, kadang seseorang harus belajar
bagaimana menjadi bayangan dari dirinya sendiri.
Aku datang, mungkin terlambat, dengan harapan yang terlalu manusia:
ingin dipercaya, ingin dianggap berbeda.
Tapi di hadapan seseorang yang sudah terlalu lama
mengenali wajah-wajah palsu,
kejujuran pun tampak seperti tipu muslihat baru.
Kadang aku merasa, ia mencoba percaya,
bukan padaku, tapi pada kemungkinan
bahwa masih ada cinta yang tidak menuntut imbalan.
Namun bayang masa lalunya terlalu panjang,
mengekor sampai ke tempat di mana aku berdiri sekarang.
Aku tak tahu apakah ia bisa berhenti,
karena mungkin malam sudah menjadi bagian dari darahnya.
Dan seseorang tak bisa begitu saja berhenti
dari apa yang membuatnya tetap hidup,
sekalipun hidup itu sering melukai.
Aku hanya tahu,
ada keindahan yang lahir dari luka,
ada kehangatan yang tumbuh dari dingin yang lama.
Dan di balik tiap kebisuannya,
aku mendengar percakapan yang belum sempat
ia sampaikan kepada siapa pun.
Malam memang tidak selalu gelap,
kadang ia hanya tempat bagi seseorang
untuk bersembunyi dari silau masa lalu.
Dan mungkin, jika aku cukup sabar,
aku akan melihat fajar di matanya sendiri.
Bukan karena aku membawanya,
tapi karena ia akhirnya berani menatap cahaya itu
tanpa takut kehilangan dirinya.
Pagi datang tanpa upacara, seperti biasa.
Tak ada tanda bahwa sesuatu telah berakhir,
hanya udara yang sedikit lebih jernih,
dan hati yang terasa asing oleh keheningan.
Aku menatap cermin, lalu menyadari:
setiap orang punya malamnya sendiri,
dan tidak semua perlu diterangi.
Ada luka yang hanya bisa sembuh dalam gelap.
Ada kenangan yang tak ingin disembuhkan,
karena di sanalah seseorang masih bisa merasa hidup.
Dan aku belajar, bahwa tidak semua kehilangan
harus diakhiri dengan kepastian.
Kadang, cukup menerima
bahwa beberapa pertemuan hanya ditakdirkan
untuk mengajarkan cara melihat cahaya
dengan cara yang berbeda.
Mungkin ia tetap tinggal di sana,
dalam diam dan bayang, tapi tidak lagi menakuti.
Karena malam, pada akhirnya, tidak pernah benar-benar pergi,
ia hanya berganti bentuk menjadi tenang di dalam dada.