Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Lima Hati, Satu Panah

19 September 2025   20:16 Diperbarui: 19 September 2025   18:57 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by kam/ai

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di sebuah lembah tersembunyi, hiduplah lima pemanah terbaik di seluruh negeri. Mereka adalah para Pandhawa dari Sastra Kuno: Indra, yang memiliki indera paling tajam; Wisaya, yang terkenal dengan panah cepatnya; Bana, yang bisa membuat anak panah dari bambu; Jemparing, yang sangat ahli dalam melatih panahan; dan Hru, yang paling tenang dan fokus.

Meskipun mereka semua hebat, ego masing-masing sering kali membuat mereka berselisih. Suatu hari, seekor raksasa (denawa) raksasa muncul dari hutan, menebar teror di desa-desa. Ia memiliki kekuatan angin (bayu) yang dahsyat dan memakan hasil panen, membuat warga kelaparan.

Raja memanggil kelima pemanah. "Satu-satunya cara untuk mengalahkan raksasa ini adalah dengan satu anak panah yang ditembakkan secara bersamaan, mengenai satu titik kelemahannya."

Indra maju. Ia melihat angin yang berhembus kencang. "Kita harus bersembunyi dari balik pepohonan agar angin tak memengaruhi panah kita," sarannya. Hru setuju, ia memejamkan mata dan mencoba merasakan arah angin yang berubah-ubah. "Gerakannya seperti angin topan, tidak bisa ditebak," katanya.

Saat mereka berdebat, raksasa itu tiba di dekat hutan. Ia mengangkat tangan-nya yang besar, siap menghembuskan angin untuk meratakan pohon-pohon.

Wisaya segera menyiapkan panahnya (jemparing). Bana membuat anak panah dari batang kayu, lalu memberikannya pada Jemparing. Jemparing mengarahkan panah itu ke titik yang dikatakan raja, tapi ia ragu. Kekuatan angin yang dikeluarkan raksasa itu terlalu kuat.

"Kita tidak bisa begini!" seru Hru. Ia membuka matanya dan menatap keempat saudaranya. "Kita punya lima hati, tapi kita belum menjadikannya satu. Jangan hanya mengandalkan mata dan tangan. Kita harus merasakan tujuan yang sama."

Keempat saudara lainnya terdiam. Mereka melihat ke arah Hru, yang kini mengambil posisi paling depan. Indra menyatukan fokusnya, Wisaya menenangkan detak jantungnya, Bana memberikan panah terbaiknya, dan Jemparing menyesuaikan posisinya. Mereka semua menempatkan satu tujuan ke dalam hati mereka: mengalahkan raksasa itu.

Saat raksasa itu bersiap mengeluarkan angin yang lebih kuat, kelima pemanah itu menarik busur mereka bersamaan. Kelima panah itu melesat. Mereka semua bergerak dengan tujuan yang sama, melaju bagaikan satu hembusan angin, menuju satu titik kelemahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun