Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Sahid Mbrandhal [4]

12 September 2025   14:21 Diperbarui: 12 September 2025   12:47 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by kam/ai

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Episode 4 -- Ujian Pertama di Padepokan

Hari-hari pertama di padepokan terasa aneh bagi Raden Mas Sahid. Ia yang terbiasa hidup bergelimang kemewahan kini harus tidur di tikar pandan, makan seadanya, dan bekerja bersama para santri lainnya.

Pagi hari, ia diminta mengambil air dari sumur untuk kebutuhan dapur. Siang, membersihkan halaman. Malam, ikut duduk dalam majelis dzikir.

Namun rasa sombong yang telah lama tertanam dalam dirinya tak mudah hilang.
"Kenapa aku, putra adipati, harus mengangkat kendi air seperti seorang abdi?" gerutunya dalam hati.

Sunan Bonang seakan mengetahui isi hatinya. Suatu sore, beliau memanggil Sahid.
"Anak muda, apakah engkau merasa pekerjaanmu terlalu hina?"

Sahid terkejut. "Aku... hanya belum terbiasa, Kiai."
Sunan Bonang tersenyum tipis. "Ketahuilah, kesombongan adalah dinding paling tebal yang menghalangi cahaya. Bila engkau tak sanggup merobohkannya, engkau tak akan pernah sampai pada kebenaran."

Keesokan harinya, Sahid diberi tugas baru: menjaga gamelan yang ada di pendapa padepokan. Instruksinya sederhana---tidak boleh ada satu pun alat gamelan yang hilang.

Awalnya, ia menganggap tugas itu remeh. Tetapi malam pertama, ia diuji.
Beberapa pemuda dusun, iseng karena tahu ada "bekas bangsawan" di padepokan, mencoba mengganggu. Mereka berteriak di luar pagar, melempari atap dengan batu, bahkan berusaha masuk untuk mencuri.

Sahid marah. Darah bangsawannya bergolak. Ia meraih sebilah kayu dan hendak memukul mereka.
Namun tiba-tiba ia teringat ucapan Sunan Bonang: "Kesombongan adalah dinding paling tebal."

Tangannya gemetar. Ia sadar, jika ia bertindak dengan amarah, ia hanya akan mengulang kesalahan lama.
Maka ia duduk di dekat gamelan, menahan diri, lalu melantunkan tembang lirih yang pernah diajarkan salah satu santri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun