OLEH: Khoeri Abdul Muid
Episode 1 -- Pemberontakan Hati
Malam itu, langit Tuban berawan. Dari kejauhan, suara gamelan kadipaten masih terdengar samar, berpadu dengan riuh tawa pemuda-pemuda bangsawan yang merayakan kemenangan kecil di alun-alun.
Di antara mereka ada seorang pemuda berwajah tampan namun sorot matanya liar: Raden Mas Sahid, putra Adipati Wilatikta.
Bagi rakyat kecil, nama Sahid bukanlah kebanggaan. Justru sering menjadi bahan keluhan.
"Kalau Raden lewat, hati kami berdebar," bisik seorang pedagang pasar. "Kadang ayam kami diambil seenaknya, kadang kami ditertawai."
Sahid sendiri tidak peduli. Baginya, dunia hanya permainan---hingga ia bertemu Romlah, putri seorang ketib dari Rembang. Gadis itu lemah lembut, berbeda dari perempuan bangsawan yang biasa ia kenal.
"Kenapa menatapku begitu?" tanya Romlah suatu sore di tepi sawah, saat Sahid nekat menemuinya.
"Aku tak tahu," jawab Sahid sambil menunduk, "kau seperti matahari pagi. Hangat, tapi juga membuatku silau."
Romlah tersenyum getir. Ia tahu hubungan ini berbahaya. Apalagi desas-desus sudah sampai ke telinga ayahnya, seorang ulama yang dihormati.
Tak lama, kabar itu pun meledak.
Para santri marah, rakyat menuding, bahkan ayah Sahid sendiri berang.
"Cukup, Sahid!" suara Adipati Wilatikta bergema di pendapa. "Kau anak bangsawan, pewaris kadipaten. Tapi kelakuanmu seperti orang tak tahu malu. Apa kau ingin membuat Tuban hancur karena ulahmu?"
Sahid menunduk. Untuk pertama kalinya, ia merasa semua mata menatapnya dengan kebencian.
Tapi di dalam dadanya, ada sesuatu yang memberontak.