Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Sahid Mbrandhal [1]

12 September 2025   11:10 Diperbarui: 12 September 2025   11:10 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by kam/ai

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Episode 1 -- Pemberontakan Hati

Malam itu, langit Tuban berawan. Dari kejauhan, suara gamelan kadipaten masih terdengar samar, berpadu dengan riuh tawa pemuda-pemuda bangsawan yang merayakan kemenangan kecil di alun-alun.
Di antara mereka ada seorang pemuda berwajah tampan namun sorot matanya liar: Raden Mas Sahid, putra Adipati Wilatikta.

Bagi rakyat kecil, nama Sahid bukanlah kebanggaan. Justru sering menjadi bahan keluhan.
"Kalau Raden lewat, hati kami berdebar," bisik seorang pedagang pasar. "Kadang ayam kami diambil seenaknya, kadang kami ditertawai."

Sahid sendiri tidak peduli. Baginya, dunia hanya permainan---hingga ia bertemu Romlah, putri seorang ketib dari Rembang. Gadis itu lemah lembut, berbeda dari perempuan bangsawan yang biasa ia kenal.

"Kenapa menatapku begitu?" tanya Romlah suatu sore di tepi sawah, saat Sahid nekat menemuinya.
"Aku tak tahu," jawab Sahid sambil menunduk, "kau seperti matahari pagi. Hangat, tapi juga membuatku silau."

Romlah tersenyum getir. Ia tahu hubungan ini berbahaya. Apalagi desas-desus sudah sampai ke telinga ayahnya, seorang ulama yang dihormati.

Tak lama, kabar itu pun meledak.
Para santri marah, rakyat menuding, bahkan ayah Sahid sendiri berang.

"Cukup, Sahid!" suara Adipati Wilatikta bergema di pendapa. "Kau anak bangsawan, pewaris kadipaten. Tapi kelakuanmu seperti orang tak tahu malu. Apa kau ingin membuat Tuban hancur karena ulahmu?"

Sahid menunduk. Untuk pertama kalinya, ia merasa semua mata menatapnya dengan kebencian.
Tapi di dalam dadanya, ada sesuatu yang memberontak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun