Bondhan tidak bergeming. "Kalau aku mati, tidak ada jaminan kamu akan melepaskannya."
"Kamu tidak punya pilihan lain."
"Ada." Bondhan menatap Surantoko tajam. "Kita bertarung satu lawan satu. Kalau aku menang, kamu lepaskan Nawangsih dan hentikan pemberontakan. Kalau aku kalah, nyawaku untukmu."
Surantoko tertarik dengan tawaran itu. Dia yakin bisa mengalahkan Bondhan, apalagi kalau menggunakan tipu muslihat.
"Baik. Tapi kita bertarung dengan cara tradisional. Keris pusaka."
"Setuju."
Yang tidak diketahui keduanya, di penjara bawah tanah, Joko Limar sedang berbisik pada Nawangsih.
"Nona, kalau terjadi keributan nanti, kita manfaatkan untuk kabur."
"Keributan?"
"Bondhan sudah datang. Pasti akan terjadi sesuatu."
Nawangsih merasakan kalung di lehernya---kalung pemberian Bondhan---menjadi hangat. Hatinya berdebar, antara senang dan takut.