Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Aji Saka [2]

4 September 2025   10:09 Diperbarui: 4 September 2025   09:09 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ide ilustrasi by kam

Tiga tahun berlalu. Medhang Kamulan kini gemah ripah loh jinawi---sawah menghijau, pasar riuh, rakyat hidup dalam suka cita. Namun di dalam hati Aji Saka, ada resah yang tak kunjung sirna: ia teringat janji pada Dora dan Sembada yang masih menunggu di Pulau Majeti.

Suatu malam, ia duduk termenung di pendapa keraton. Bulan purnama menggantung, cahayanya seakan membawa pesan dari samudra.

"Pusaka Rukmakala..." bisiknya lirih.

Ia pun memanggil Dora.
"Temuilah Sembada di Pulau Majeti. Ambil pusaka yang kutitipkan. Ingat, itu titahku."

Dora berangkat dengan hati berdebar. Ombak memukul perahu kecilnya hingga terombang-ambing, seolah mengingatkan pada janji lama yang belum dituntaskan.

Sesampainya di pulau, ia mendapati Sembada masih tegak menjaga pusaka.

"Aku datang membawa titah Aji Saka," kata Dora mantap.
"Aku pun mendapat titah yang sama," jawab Sembada dengan suara keras, "jangan serahkan pusaka ini, kecuali Aji Saka sendiri yang datang!"

Kata-kata berubah menjadi amarah. Amarah menjelma senjata. Dua abdi setia itu, yang dahulu berjalan seiring, kini berhadapan bagaikan api dan bara.

Pertarungan pun pecah. Kesaktian yang diwariskan Aji Saka membuat keduanya sama kuat. Pedang beradu, pasir berhamburan, darah menodai pantai sunyi. Mereka bertarung berhari-hari tanpa ada yang mengalah, hingga akhirnya, tubuh Dora dan Sembada roboh bersamaan, tergeletak di samping pusaka yang mereka jaga.

Ombak mendadak bergulung tinggi, langit mendung menghitam. Suara gemuruh seperti tangisan bumi terdengar, seolah alam meratap atas kematian dua ksatria setia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun