Malam ini, suamiku lapar. Dengan setengah sadar aku langsung keluar dari kamar untuk membeli makanan di kantin yang jaraknya sekitar lima ratus meter.
Langkah kakiku terasa berat. Jalanan sepi sekali, tak ada satu pun orang lewat. Hawa dingin tiba-tiba merayap ke tengkuk, membuat bulu kudukku berdiri.
Sesampainya di kantin, hanya ada dua konter yang masih buka. Yang lain sudah tertutup rapat. Aku memberanikan diri bertanya pada penjual.
"Jam berapa sekarang, Mas?"
"Jam dua lebih," jawabnya.
Deg. Jantungku berdegup tak karuan..
Setelah menerima yang dipesan
Aku bergegas kembali. Koridor rumah sakit begitu hening, hanya suara langkah kakiku yang bergema. Tiba-tiba-krekek... krekeek... krekekk.
Seorang bapak mendorong kereta jenazah melewati lorong.
Opz. Aku menelan ludah, mempercepat langkah.
Di ujung jalan, seorang lelaki tua duduk sendirian. Ia menunduk, tak bergerak sedikit pun. Aku berdoa dalam hati, semoga dia manusia, bukan sesuatu yang lain.
Ketika aku menoleh ke kiri, tepat di depan pintu bertuliskan Kamar Jenazah, aku merinding hebat. Seperti ada yang menatap balik dari balik kaca gelap itu.
Aku menundukkan kepala, berjalan cepat, hampir berlari menuju kamar..
Namun di tengah ketakutan itu, sebuah bisikan halus muncul dalam pikiran
"Apa yang kau takuti? Jika itu benar manusia, ia sama lemahnya denganmu. Jika itu bukan manusia... apa yang akan ia lakukan. Coba pikirkan?
Aku berhenti sejenak.
Sunyi tetap melingkupi lorong itu, tapi rasa takut perlahan reda. Aku sadar, sering kali yang paling menakutkan bukanlah hantu atau sosok gaib... melainkan bayangan dari pikiran kita sendiri.
Dengan langkah lebih tenang, sampailah aku di kamar, membawa makanan dan satu pelajaran,
jangan kalah oleh bayang takut yang melemahkan dirimu sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI