Mohon tunggu...
Khilda Umami
Khilda Umami Mohon Tunggu... Seniman - Suka-Suka

Communication and Broadcasting

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memutus Rantai Radikalisme di Sekolah

12 November 2019   20:34 Diperbarui: 12 November 2019   22:41 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Khilda Umami
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Unisnu Jepara

Anak - anak di sekolah tingkat dasar dan menengah bahkan taman kanak - kanak berisiko terpapar ajaran radikalisme. Hal ini yang belakangan menjadi isu hangat yang diperbincangkan di tanah air. Paham radikalisme tumbuh subur menyusup melalui lingkungan sekolah, mendokrin secara perlahan tapi pasti.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah sudah seberapa jauhkah dunia sekolah terkena serangan virus radikalisme? Berdasarkan data yang dirilis Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai radikalisme pada tahun 2018 lalu, ada sebanyak 57,03% guru baik pada level SD dan SMP yang memiliki pandangan intoleran di Indonesia. Hal itu senada dengan data yang dirilis Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), data itu menyebutkan 48,9% siswa mendukung adanya tindakan radikal.

Berdasarkan beberapa fakta di atas, mengonfirmasi bahwa radikalisme memang sudah menyusup di dunia sekolah. Maka, hal ini harus segera ditindak secara tegas. Diperlukan koordinasi dari semua pihak untuk membersihkan sekolah dari ajaran radikalisme.

Pertama, guru harus mentransformasikan dirinya menjadi pendidik yang benar -benar mendidik. Pendidik yang tak lepas dari misi kebangsaan, mencerdaskan kehidupan bangsa. Semua guru mata pelajaran harus diberikan wawasan kebangsaan yang baik. Guru adalah role model bagi siswa. Bagaimana nilai - nilai kebangsaan bisa diwujudkan oleh siswa, jika role modelnya saja justru memperlihatkan sebaliknya.

Kedua, sudah waktunya Puskurbuk (Pusat Kurikulum dan Perbukuan) Kemdikbud membuat model pembelajaran bermuatan pencegahan radikalisme, intoleransi dan terorisme bagi semua guru mata pelajaran dan jenjang. Termasuk pelatihan yang berjenjang, berkelanjutan dan berkualitas. Karena tugas untuk mencegah radikalisme di sekolah itu bukan hanya guru Pkn dan Pendidikan Agama saja, tapi tugas pokok semua guru.

Ketiga, kuatkan pendidikan kebangsaan di sekolah, baik secara teori di dalam kelas maupun secara praktik di luar kelas. Belajar dari yang sudah terjadi selama ini, pendidikan dengan wawasan kebangsaan seperti pendidikan Pancasila hanya diberikan secara teori di dalam kelas saja. Sehingga, siswa dalam mempelajarinya hanya sambil lalu saja tanpa ada penerapan dalam kehidupan sehari -hari.

Fakta berupa penyebaran wabah radikalisme di wilayah sekolah juga menjadi semacam lampu kuning bagi program penguatan ideologi Pancasila. Sebab, sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa pelajar adalah sosok yang kita harapkan untuk memimpin bangsa di masa yang akan datang. Para pemimpin bangsa Indonesia di masa depan adalah mereka yang saat ini tengah menjalani pendidikan.

Jika para pelajar di sekolah yang kita harapkan mampu memimpin bangsa ini, ternyata kini malah banyak terjangkit wabah radikalisme, maka ini menjadi ancaman yang sangat serius bagi kelangsungan kehidupan bangsa di masa yang akan datang. Maka, sudah saatnya bagi pemerintah untuk segera turun tangan dan segera menyelesaikan masalah ini.

Ini menjadi tugas pemerintah dalam melakukan pembinaan secara mendasar mengenai nilai - nilai kebangsaan. Nilai - nilai kebangsaan tersebut sebagaimana yang telah kita ketahui bersama sudah disaring secara singkat dan sangat jelas dalam butir - butir Pancasila. Dengan demikian para pelajar harus digembleng secara lebih masif lagi dalam hal pembinaan dan penguatan ideologi Pancasila.

Ke depannya, diharapkan pendidikan dengan wawasan kebangsaan bisa lebih dilakukan dalam tataran praktik, sehingga bisa mengena dalam kehidupan pelajar. Dengan adanya wawasan kebangsaan yang mempuni, diharapkan bisa membersihkan dunia sekolah dari ajaran radikalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun