Ironi Ketahanan Pangan: Ketika Makanan Terbuang, Dunia Tetap Lapar
Oleh: Khartini Kaluku, S.Gz., M.Kes
Di tengah gempuran isu perubahan iklim, krisis ekonomi, dan ketimpangan akses pangan, dunia dihadapkan pada satu ironi besar: makanan terbuang di satu sisi, sementara kelaparan menggerogoti di sisi lain. Food waste atau pemborosan pangan bukan hanya masalah rumah tangga modern, tetapi telah menjadi tantangan global yang kompleks dan multidimensional. Ia menyentuh aspek ekonomi, sosial, kesehatan, hingga keberlanjutan lingkungan. Sebagai pemerhati gizi yang mengamati dinamika ketahanan pangan rumah tangga di berbagai wilayah, saya melihat bahwa persoalan ini jauh lebih dalam dari sekadar sisa makanan di piring. Ia mencerminkan kegagalan sistemik dalam tata kelola pangan dari hulu ke hilir.
Pertanyaannya: sampai kapan kita akan terus mengabaikan paradoks ini?
Skala Masalah: Miliaran Ton Makanan Terbuang
Menurut laporan UNEP Food Waste Index Report (2021), sekitar 931 juta ton makanan terbuang setiap tahun. Yang mengejutkan, 61% dari limbah tersebut berasal dari rumah tangga, bukan restoran besar atau industri pangan. Ini menunjukkan bahwa krisis pemborosan pangan dimulai dari dapur kita sendiri.Â
Dalam studi oleh Gustavsson et al. (2011), hampir sepertiga dari semua makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia -- sekitar 1,3 miliar ton per tahun -- tidak pernah dimakan. Fenomena ini menjadi sangat ironis ketika disandingkan dengan data Food and Agriculture Organization (FAO) yang mencatat bahwa lebih dari 735 juta orang di dunia mengalami kelaparan kronis pada tahun 2023.
Â
Pemborosan di Rumah Tangga dan Krisis Ketahanan Pangan
Pemborosan pangan berdampak langsung pada ketahanan pangan rumah tangga, terutama di negara berkembang. Menurut Parfitt, Barthel & Macnaughton (2010), rumah tangga di negara dengan penghasilan menengah sering kali membuang makanan karena pembelian berlebihan, kesalahan penyimpanan, atau kurangnya kesadaran akan tanggal kedaluwarsa.
Di Indonesia, riset oleh Widarjono (2022) menunjukkan bahwa sekitar 48 juta ton makanan terbuang setiap tahun. Bila dikonversi, ini setara dengan memberi makan 125 juta orang---melebihi separuh jumlah penduduk Indonesia. Artinya, masalah ini bukan semata kerugian ekonomi, tetapi ancaman nyata terhadap hak dasar masyarakat untuk hidup sehat dan cukup pangan.