Judul Buku : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
Penulis: Ajahn Brahm
Penerbit: Awareness Publication (terjemahan bahasa Indonesia)
Kategori: Pengembangan Diri, Spiritualitas Universal, Refleksi Kehidupan
Kebijaksanaan yang Lintas Agama
Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya ditulis oleh Ajahn Brahm, seorang biksu Buddhis asal Inggris yang terkenal dengan gaya mengajarnya yang ringan, penuh humor, dan sangat membumi. Meskipun berasal dari latar Buddhis, nilai-nilai dalam buku ini sangat universal dan banyak selaras dengan ajaran Islam, terutama dalam hal kesabaran, penerimaan takdir, bersyukur, serta hidup dengan kesadaran penuh (khusyuk).
Buku ini berisi 108 cerita pendek, masing-masing berdiri sendiri, dan dapat dibaca secara acak. Cerita-cerita ini diambil dari pengalaman pribadi Ajahn Brahm selama menjadi biksu, dari kehidupan umatnya, hingga observasi lucu tentang dunia modern.
Apa yang membuat buku ini istimewa adalah gaya penceritaan yang ringan, penuh humor, dan tetap menggugah. Tanpa menggurui, setiap kisah mengajak pembaca untuk merenungi makna kesabaran, penerimaan, kebahagiaan sejati, dan pengampunan.
Salah satu cerita paling terkenal adalah tentang si cacing yang hidup nyaman di tumpukan kotoran. Ajahn Brahm menggunakan cerita ini sebagai metafora bahwa sering kali manusia justru melekat pada penderitaan dan luka batin, menjadikannya "kotoran kesayangan" yang sulit dilepaskan. Padahal, hanya dengan melepaskan, seseorang bisa benar-benar merdeka secara batin.
Gaya Bahasa dan Pesan Moral
Ajahn Brahm menulis dengan gaya yang sederhana namun dalam. Ia tidak membebani pembaca dengan istilah filsafat atau ajaran agama yang berat, melainkan justru menjembatani kebijaksanaan kuno dengan kehidupan modern.
Beberapa tema yang diangkat dalam cerita-ceritanya meliputi:
- Bagaimana menghadapi kemarahan dan kegagalan
- Mencari makna di tengah penderitaan
- Seni memaafkan
- Pentingnya hidup saat ini
- Kebahagiaan yang datang dari kesederhanaan
Kelebihan Buku Ini:
- Â Bisa dibaca santai---cukup satu cerita sehari
- Â Cocok untuk pembaca lintas agama dan usia
- Â Sarat inspirasi dan mudah dipahami
- Â Banyak kutipan yang bisa direnungkan ulang
- Â Menyembuhkan secara emosional dan mental
Kekurangan:
Bagi yang mengharapkan alur cerita panjang atau narasi novel, buku ini bisa terasa seperti "kumpulan renungan" saja
Karena tidak linear, pembaca yang suka plot mungkin merasa lompat-lompat
 Nilai-Nilai Islami dalam Cerita Ajahn Brahm
1. "Apa yang Terjadi Jika Itu Tidak Terjadi" --- Husnudzon kepada Takdir
Ajahn Brahm berbagi pengalaman tentang momen-momen yang tampaknya buruk, tetapi ternyata membawa kebaikan tak terduga. Ia menyimpulkan, "Apa yang terjadi jika itu tidak terjadi?" -- refleksi bahwa sesuatu yang tampaknya kesialan bisa menjadi anugerah tersembunyi. Ini sejalan dengan konsep husnudzon billah (berprasangka baik kepada Allah). QS. Al-Baqarah: 216 mengingatkan kita bahwa bisa jadi kita membenci sesuatu padahal itu baik bagi kita.
2. Pertapa yang Tak Terganggu Nyamuk --- Khusyuk dalam Meditasi = Khusyuk dalam Shalat
Ajahn Brahm bercerita tentang seorang pertapa yang tidak menyadari digigiti nyamuk karena sangat khusyuk bermeditasi. Ini sangat identik dengan konsep khusyuk dalam shalat dalam Islam, seperti disebut dalam QS. Al-Mu'minun: 1--2. Latihan batin dan perhatian penuh bukan hanya milik satu agama, tetapi nilai spiritual yang bisa dipraktikkan lintas keyakinan.
3. Kisah Tembok dengan Satu Batu Tak Rapi --- Belajar Bersyukur dan Tidak Fokus pada Kekurangan
Ajahn Brahm bercerita tentang tembok yang ia bangun, yang memiliki dua batu tak sejajar. Ia awalnya hanya fokus pada kekurangan itu, hingga seseorang berkata bahwa tembok itu indah. Ini senada dengan anjuran Islam untuk bersyukur dan tidak hanya melihat keburukan. QS. Ibrahim: 34 dan hadis HR. Muslim mengingatkan kita untuk menghargai kebaikan secara keseluruhan.
Kesimpulan: Buku Ini adalah Cermin Jiwa, Tak Terikat oleh Agama
Buku ini menghadirkan kedamaian dalam bentuk cerita pendek. Walau ditulis oleh seorang biksu Buddha, hikmah-hikmahnya selaras dengan nilai-nilai Islami: menerima takdir, bersyukur, menjaga pikiran, dan hidup penuh kesadaran. Ini adalah pelengkap perjalanan spiritual, bukan pengganti, yang membantu menenangkan pikiran dan hati.
Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya bukan sekadar buku, tapi teman perjalanan batin. Ia hadir untuk mereka yang sedang patah, bingung, atau ingin menyederhanakan hidup. Ajahn Brahm mengajarkan bahwa kita tidak perlu menjadi suci untuk hidup damai---cukup menjadi manusia yang mau belajar dari kesalahan, tertawa dari kegagalan, dan bersyukur dari hal kecil.
Ini adalah buku yang bisa dibaca saat senang maupun sedih, dan tetap terasa hangat seperti pelukan.
Kutipan Favorit:
"Kebahagiaan bukan berasal dari memiliki dunia ini, tetapi dari memiliki pikiran yang damai."
"Apa yang Terjadi Jika Itu Tidak Terjadi"Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI