3. Kisah Tembok dengan Satu Batu Tak Rapi --- Belajar Bersyukur dan Tidak Fokus pada Kekurangan
Ajahn Brahm bercerita tentang tembok yang ia bangun, yang memiliki dua batu tak sejajar. Ia awalnya hanya fokus pada kekurangan itu, hingga seseorang berkata bahwa tembok itu indah. Ini senada dengan anjuran Islam untuk bersyukur dan tidak hanya melihat keburukan. QS. Ibrahim: 34 dan hadis HR. Muslim mengingatkan kita untuk menghargai kebaikan secara keseluruhan.
Kesimpulan: Buku Ini adalah Cermin Jiwa, Tak Terikat oleh Agama
Buku ini menghadirkan kedamaian dalam bentuk cerita pendek. Walau ditulis oleh seorang biksu Buddha, hikmah-hikmahnya selaras dengan nilai-nilai Islami: menerima takdir, bersyukur, menjaga pikiran, dan hidup penuh kesadaran. Ini adalah pelengkap perjalanan spiritual, bukan pengganti, yang membantu menenangkan pikiran dan hati.
Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya bukan sekadar buku, tapi teman perjalanan batin. Ia hadir untuk mereka yang sedang patah, bingung, atau ingin menyederhanakan hidup. Ajahn Brahm mengajarkan bahwa kita tidak perlu menjadi suci untuk hidup damai---cukup menjadi manusia yang mau belajar dari kesalahan, tertawa dari kegagalan, dan bersyukur dari hal kecil.
Ini adalah buku yang bisa dibaca saat senang maupun sedih, dan tetap terasa hangat seperti pelukan.
Kutipan Favorit:
"Kebahagiaan bukan berasal dari memiliki dunia ini, tetapi dari memiliki pikiran yang damai."
"Apa yang Terjadi Jika Itu Tidak Terjadi"Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI