Bagi sebagian besar orang Indonesia, makan tanpa sambal rasanya hambar. Namun, banyak yang menghindari makanan pedas karena takut maag kambuh. Uniknya, tidak semua orang yang makan pedas langsung mengalami sakit maag. Bahkan, ada juga yang justru merasa senang dan bersemangat setelah menyantap makanan pedas. Lantas, apakah benar makanan pedas selalu jadi penyebab maag, atau ada faktor lain yang berperan---seperti kondisi psikologis kita?
Makanan Pedas Tak Selalu Bersalah
Makanan pedas memang bisa merangsang produksi asam lambung. Tapi, menurut beberapa penelitian medis dan psikologis, makanan pedas bukan penyebab utama sakit maag (gastritis atau dispepsia). Justru, stres dan kondisi emosi negatif memiliki peran besar dalam munculnya gejala maag.
Ketika seseorang mengalami stres, tubuh akan meningkatkan produksi hormon kortisol. Hormon ini bisa memengaruhi sistem pencernaan, termasuk merangsang produksi asam lambung berlebih, yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri di lambung, mual, hingga kembung. Jika dalam kondisi seperti itu seseorang makan makanan pedas, maka gejala maag bisa terasa lebih parah---bukan karena pedasnya, tapi karena psikis yang sedang tidak stabil.
Sensasi Pedas dan "Emotional Eating"
Menariknya, sensasi pedas sebenarnya bisa menimbulkan efek psikologis positif. Ketika kita makan makanan pedas, tubuh melepaskan endorfin---zat kimia otak yang memberi rasa senang dan nyaman. Inilah sebabnya mengapa sebagian orang justru merasa lebih "lega" atau puas setelah makan makanan pedas, meskipun sebelumnya sedang stres.
Namun, ini bisa menjadi pedang bermata dua. Orang yang sedang mengalami tekanan psikologis bisa cenderung melakukan "emotional eating", yaitu makan sebagai pelarian emosi, bukan karena lapar. Dalam kondisi ini, seseorang bisa makan makanan pedas secara berlebihan tanpa memperhatikan kondisi tubuhnya, yang akhirnya memang bisa memicu gangguan lambung.
Psikologi dan Maag: Apa Hubungannya?
Beberapa studi psikologi menunjukkan bahwa orang dengan gangguan kecemasan atau yang sering mengalami stres tinggi memiliki risiko lebih besar mengalami gejala maag, meskipun tidak mengonsumsi makanan pedas sama sekali. Maka, root cause dari maag bukan hanya soal apa yang kita makan, tapi bagaimana kondisi mental kita saat makan.
Ini juga sejalan dengan konsep dalam psikologi yang dikenal sebagai gut-brain axis---hubungan dua arah antara otak dan saluran pencernaan. Ketika kita cemas, sedih, atau panik, sinyal dari otak bisa memengaruhi kerja lambung dan usus. Maka, mengelola stres dan menjaga kesehatan mental bisa membantu meringankan atau mencegah gangguan lambung, termasuk maag.