Mohon tunggu...
Khalid Umar
Khalid Umar Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Khalid adalah mahasiswa Teknik Perminyakan ITB angkatan 2015 yang menekuni analisis keenergian Indonesia. Saat ini Khalid menjabat sebagai Kepala Divisi Kajian Energi Taktis di Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan "PATRA" ITB. | Kontak kami: LinkedIn: https://www.linkedin.com/in/khalid-umar-770527151/ | Email: khalidumar.itb@gmail.com | HP: 085861396841

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tak Perlu Nasionalisme Buta dalam Mengelola Migas Indonesia (Bagian 1)

5 November 2018   06:35 Diperbarui: 5 November 2018   07:06 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: US energy information administration

Meski ada peran asing, kepemilikan sumber daya migas tetap dimiliki oleh negara.  Ia juga berpendapat, kemandirian dan kedaulatan energi tidak ada hubungannya dengan kepemilikan dan pengelolaan sumber daya tersebut. Contohnya, negara Jepang atau Singapura yang tidak anti-asing, namun kemandirian energinya bisa lebih tinggi dari Indonesia. Padahal sumber daya alam yang dimiliki Indonesia lebih banyak dibandingkan dua negara tersebut.

Sudah Miskin, Galak Pula

Belajar dari Venezuela, Presiden terpilih Venezuela, Hugo Chavez pada tahun 2007 mulai melakukan nasionalisasi besar besaran di Venezuela dengan mengambil alih seluruh lapangan minyak yang dikelola oleh pihak asing dan menyerahkan pengelolaannya kepada PDVSA sebagai perusahan migas nasional Venezuela.

Pada awalnya PDVSA bisa mendongkrak pendapatan perusahaan ke angka 64,5 miliar dollar AS sebagai dampak awal nasionalisasi. Tahun berikutnya, perusahaan ini menyumbang negara sebesar 10,3 miliar dollar AS, termasuk pajak, royalti, serta program- program sosial. Namun pada tahun 2014 saat harga minyak mulai jatuh, PDVSA tidak bisa mempertahankan total produksi yang ada.

Hingga pada April 2018 produksi minyak Venezuela anjlok ke 1,5 juta barel/hari, turun 42% dari produksi tertinggi tahun 1998. Di bulan yang sama arbitrasi internasional (ICC) memutuskan Venezuela membayar ganti rugi US$ 2 miliar pada ConocoPhillips. Perusahaan AS ini sudah mengajukan penyitaan aset produksi PDVSA, yang apabila dikabulkan akan mengancam 25% produksi minyak Venezuela.

Belum lagi, Venezuela berdasarkan Global Petroleum Survey memiliki nilai Policy Perception Index (PPI) sebesar 0.00 dan merupakan negara paling tidak atraktif bagi investor. Padahal Venezuela adalah pemilik oil reserve terbesar di dunia. Cadangan yang begitu besar tersebut menjadi tidak berguna bagi rakyatnya karena mismanagement dan nasionalisme buta pemimpin negaranya.  

Kegagalan PDVSA dalam memenuhi anggaran Venezuela karena turunnya harga minyak dunia menyebabkan negara ini mengalami inflasi besar-besaran. Pada bulan Agustus inflasi di Venezuela mencapai angka 200%. Capaian inflasi ini berarti harga-harga di Venezuela telah meningkat hampir 35.000% sejak awal tahun dan 200.000% sejak 31 Agustus 2017.

Indonesia berdasarkan Global Petroleum Survey memiliki nilai Policy Perception Index sebesar 35.02 dan memiliki Proved Reserves sebesar 22.67 BBOE.  Jika dibandingkan dengan Texas yang memiliki Proved Reserves yang hampir sama dengan Indonesia (27.83 BBOE), Texas memiliki nilai PPI 100 yang menunjukkan negara (jika bisa disebut negara) tersebut paling atraktif bagi investor.  

Bila membandingkan UAE dengan Indonesia, UAE memiliki cadangan 6 kali lebih besar dari cadangan Indonesia (138 BBOE) tetapi memiliki PPI yang jauh lebih baik dari Indonesia (80.91).  Jadi jika boleh dikatakan bahwa Indonesia ini sudah miskin, galak pula. 

Maka dari itu hal ini harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan kebijakan nasionalisasi migas karena negara -- negara yang memiliki cadangan minyak lebih besar dari Indonesia pun sangat terbuka dengan perusahaan asing. 

Nasionalisasi migas itu baik namun hal yang lebih utama adalah menjadikan cadangan yang ada di perut bumi tersebut dapat terambil dan bisa dimanfaatkan untuk masyarakat. Jangan sampai keinginan nasionalisasi yang berakibat semakin tidak atraktifnya Indonesia dan berujung pada semakin sedikitnya eksplorasi dan cadangan minyak yang dapat diambil mengakibatkan ketahanan migas Indonesia terancam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun