Di atas telah dikemukakan berdasarkan Pasal 164 HIR (Pasal 284 RBg, 1866 BW), dalam hukum acara perdata terdapat lima alat bukti, yaitu bukti saksi, tertulis, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
B. Pembuktian Menurut Hukum Acara Peradilan Islam
Pembuktian merupakan hal penting dalam hukum acara, sebab pengadilan dalam menegakkan hukum dan keadilan adalah ber- dasarkan pembuktian yang riil yang diajukan oleh para pihak yang berperkara di depan pengadilan.
1. Pengertian Pembuktian
Mengenai pengertian pembuktian, dalam HIR, RBg., BW, Rv serta UU Nomor 7 Tahun 1989 jo. UU Nomor 3 Tahun 2006 tidak terdapat ketentuan yang memberikan arti dari pada pembuktian, karena itu patut lah kiranya mengambil dari pendapat doktrin, yaitu pendapat M. Yahya Harahap, Abdulkadir Muhammad serta Sudikno Mertokusumo sebagaimana telah diuraikan di atas.
2. Asas-asas Pembuktian
Yang harus dibuktikan adalah peristiwanya dan bukan hukumya. Hukumnya tidak harus diajukan atau dibuktikan oleh para pihak, tetapi secara ex officio dianggap harus diketahui dan diterapkan olehhakim (ius curia novit), ketentuan ini dapat disimpulkan dari Pasal 178 Ayat 1 HIR (Pasal 189 Ayat 1 RBg. dan Pasal 50 Ayat 1 Rv).
3. Beban Pembuktikan
Dalam Hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim yang telah penulis sebutkan di atas, mengandung juga beban pembuktian.
4. Sistem Pembuktian
Sebagaimana sudah dimaklumi, sistem pembuktian menurut hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan peradilan umum yang bersumber pada HIR, RBg., BW, dan Rv adalah mendasarkan pada kebenaran formal, maksudnya hakim akan memeriksa dan mengadili suatu perkara perdata terikat mutlak kepada cara-cara tertentu yang telah diatur dalam HIR, RBg., BW, dan Rv. Karena itu, sistem pembuktiannya juga didasarkan kebenaran formal itu.