c. Alat Bukti Persangkaan-persangkaan (Vermoedense)
Pasal 164 HIR (Pasal 284 RBg., 1866 BW) menyebutkan bahwa sebagai alat bukti sesudah saksi adalah persangkaan-persangkaan atau dugaan-dugaan (vermoedens, presumption). Apabila dalam suatu perkara perdata sukar mendapatkan saksi yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri (merasakan sendiri), maka peristiwa hukum yang harus dibuktikan diusahakan agar dapat dibutikan dengan persangkaan (dugaan-dugaan). Dipakai perkataan persangkaan-per- sangkaan, karena satu persangkaan saja tidak cukup untuk mem- buktikan sesuatu, maka harus banyak persangkaan, persangkaan yang satu sama lain saling menutupi, saling berhubungan, sehingga dalil yang disangkal itu dapat dibuktikan. Persangkaan dalam hukum acara perdata menyerupai bukti petunjuk dalam hukum acara pidana.
d. Alat Bukti Pengakuan
Pembuktian dengan pengakuan (bekentenis confession) diatur dalam Pasal 174, 175 dan 176 HIR (311, 312, dan 313 RBg., 1923-1928 BW). Pasal 1923 BW membedakan dua macam pengakuan, yaitu:
1) Pengakuan yang diberikan di muka hakim di persidangan (174 HIR, 311 RBg., 1926 BW).
2) Pengakuan yang diberikan di luar persidangan (175 HIR, 312 RBg., 1928 BW). Undang-undang tidak memberikan definisi suatu pengakuan,karena itu dicari pendapat doktrin (ahli) hukum acara perdata.
e. Alat Bukti Sumpah
Menurut Sudikno Mertokusumo, sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat Maha Kuasa dari Tuhan, dan percaya siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.
f. Keterangan Ahli (Expertise)
Dalam pemeriksaan perkara di pengadilan, hakim mungkin akan menemui persoalan yang tidak dapat diketahui berdasarkan disiplin ilmu yang dimilikinya.
g. Pemeriksaan Setempat (Descente)